Senin, 05 Oktober 2009

Ramadhan, Idul Fitri, dan Jati Diri



Kehadiran bulan ramadhan sekali dalam setahun merupakan sarana bagi manusia untuk menemukan hakikat kedirian kedirian bagi sebagai seorang hamba Allah. Sebab selama 11 bulan penuh, manusia disibukkan dengan berbagai aktivitas kehidupan dirinya sebagai makhluk social. Kadangkala manusia lupa akan hakikat kediriannya sebagai seorang hamba Allah. Seakan-akan manusia hidup dengan kemampuannya semata, perilaku sombong, takabur begitu mudah muncul diantara sesama kita. Bahkan solidaritas sosial demi sebuah kepentingan tertentu menjadi terabaikan. Secara diam-diam kita dengan mudah melupakan Sang Khaliq yang mengatur alam dan segala isinya.

Keserakahan, kesombongan, dan sikap saling menjatuhkan sesama manusia inilah yang menghilangkan kedirian kita sesungguhnya, sehingga hubungan kita dengan Sang Pencipta semakin nisbih. Nah, melalui ibadah ramadhan inilah manusia dapat merenungkan dan menemukan kembali hakikat kediriannya yang hakiki. Di tengah kompleksitas persoalan yang dihadapi. Ramadhan dapat menghantarkan manusia untuk lebih tenang, sejuk, dan teduh untuk berpikir tentang eksistensi diri masing-masing dengan sesungguhnya. Maka ketika ramadhan menjadi sarana bagi pencarian hakikat kedirian kita sesungguhnya, tentu akan rugilah mereka yang diberi kesempatan lebih untuk kembali pada hakikat yang sebenarnya, namun melupakan-nya dan tidak sungguh-sungguh mengaplikasikan amal dan Ibadah dibulan yang penuh barokah yang didalamnya terdapat tiga fase yang diberikan Allah kepada kita yakni; fase pertama kasih sayang, fase kedua ampunan dan fase ketiga diselamatkan dari siksa api neraka.

Diakhir-akhir bulan ramadhan dan menjelang idul fitri kita tidak hanya dituntut merenung-kan dan menemukan kembali hakikat kedirian kita, tapi lebih ditingkatkan lagi dengan membersihkan perolehan rezeki yang diberikan oleh Allah kepada kita dengan mengeluarkan zakat fitrah, dan zakat mall bagi mereka yang memiliki kelebihan kekayaan dan harta yang seharusnya dikeluarkan sebagai bagian dari hak mereka yang membutuhkan yaitu kaum dhuafa’ dan fakir miskin. Sehingga akhirnya manusia akan menyongsong kehidupan yang baru dihari raya idul fitri bagaikan pertama kali ia lahir kedunia ini menjadi seorang bayi yang suci, tanpa dosa, dan dalam keadaan fitrah.

Idul fitri bagi masyarakat muslim Indonesia sering disebut lebaran atau syawalan dirayakan oleh setiap keluarga dengan sama-sama saling mendoakan dan saling memaafkan dengan tujuan luhur, yakni agar setiap orang kembali bersih tanpa dosa dan kesalahan baik kepada Sang Khaliq maupun kepada sesama. Tidak heran pada momentum idul fitri merupakan saat-saat paling disibukkan dengan kepadatan kegiatan mudik karena telah lama diperatauan agar dapat berkumpul dengan keluarga dan kerabat terdekat. Semua ini dilakukan untuk menemukan hakikat kedirian seseorang dalam berhubungan dengan sesama manusia. Sungkem kepada orangtua, saling memaafkan, dan berjabat tangan janganlah hanya sekedar momentum basa-basi untuk memaafkan dosa dan kesalahan horizontal, tetapi kita jadikan sebagai titik balik untuk melangkah dari sebuah keluarga kecil yang damai dan penuh kasih sayang menjadi lingkungan masyarakat yang lebih luas hidup tentram, damai berdampingan dalam kebersamaan dan persaudaraan yang dilimpahi kasih sayang dan rahmat Allah. Demikina pula di lingkungan kerja/institusi kita bangun kebersamaan, tidak ada lagi intrik, friksi, perilaku sombong, takabur, iri dan dengki. Kita tempatkan diri kita secara proporsional sesuai kapalibilitas kita, jangan kita rusak solidaritas dalam lingkungan kerja hanya untuk sebuah kepentingan diri pribadi.

Idul fitri seharusnya dimaknai sebagai titik point kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang “suci” sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Kelahiran kembali seorang Muslim yang selama sebulan melewati ramadhan dengan puasa, qiyamullail, dan segala ragam ibadahnya harus mampu menjadikan pribadi kita kembali ber-Islam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan. Idul Fitri berarti kembali pada naluri kemanusiaan yang murni, kembali kepada keberagamaan yang lurus, dan menjauhi seluruh praktik busuk, dan perbuatan dosa yang bertentangan dengan fitrah manusia yang suci dan bersih. Kita berharap agar ramadhan tidak kita jadikan fenomena kesholehan musiman, tetapi kita pertahankan untuk menghantarkan diri kita dalam kefitrian dengan nilai ketaqwaan sampai akhir hayat kita kembali dalam keadaan khusnul khaatimah.

Ramadhan, dan Idul Fitri sebagai sebuah sarana yang bertujuan untuk menemukan hakikat kedirian seseorang baik dalam hubungan dengan Tuhannya dan hakikat kedirian seseorang dalam hubungan dengan sesama sehingga seseorang akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar