sibah |
Senin, 05 Oktober 2009 01:42 |
Suatu ketika dalam perjalanan dari Jakarta ke Surabaya, saya bersamaan dengan orang yang kakinya patah, disebabkan karena beberapa bulan sebelumnya mengalami kecelakaan, tertubruk kendaraan. Kemana-mana ia akhirnya memakai tongkat penyangga badannya agar bisa berjalan, termasuk ketika masuk ke pesawat. Dia ceritakan, bahwa sudah beberapa bulan kejadian itu. Awalnya, dia ingin memperbaiki nasip, merantau dari Jawa mencari pekerjaan ke Batam. Pekerjaan itu belum diperoleh, yang didapatkan justru musibah, tertubruk kendaraan. Bersamaan merantau dengannya, adalah seorang teman. Namun setelah merasa tidak mampu menanggung beban atas kecelakaan itu, temannya tersebut malah pergi meninggalkannya. Untung masih mendapatkan orang yang berbaik hati, membantu untuk menampung dan membiayainya. Setelah agak sembuh, dia pulang. Dalam keadaan menderita seperti itu, ----sekalipun tidak seberapa, di pesawat dia mendapatkan musibah lagi. Tatkala pramugari membagikan minuman, tentu dengan tidak tersengaja, kopi panas yang dibawa pramugari tumpah, mengenai dirinya. Kejadian kecil itu mengingatkan, bahwa musibah selalu akan ada dan bisa terjadi di mana-mana. Musibah seolah-olah menjadi bagian dari kehidupan ini. Apapun yang dilakukan, orang tidak akan pernah bisa sepenuhnya terhindar dari kemungkinan terkena musibah. Musibah selalu ada di sekitar kehidupan ini. Naik pesawat yang semestinya aman dan enak pun ternyata masih terkena tumpahan kopi panas. Di pesawat itu, dialah yang paling menderita, kakinya belum sembuh dari sakit, ternyata dia pula yang terkena musibah itu. Oleh karena itu, menghindar dari musibah rasanya menjadi tidak mungkin. Tatkala kita bertempat tinggal di daerah rawan gempa bumi, berpindah ke tempat lain, ternyata mendapatkan tempat baru yang rawan banjir. Berpindah dari tempat yang sering terkena banjir, ternyata di situ sering terjadi gunung meletus. Khawatir terkena bahaya itu, pindah ke tempat lain, daerah itu rawan munculnya penyakit. Akhirnya di mana-mana memang tidak pernah ada daerah yang benar-benar aman. Seringkali kita mendengar, seseorang tidak berani naik pesawat terbang tatkala bepergian jauh, takut kalau pesawat yang ditumpangi jatuh, maka pasti ia akan mati. Ia lebih suka memilih naik kereta. Ternyata kereta pun juga bisa keluar dari rel, atau tumbrukan, sehingga penumpangnya celaka semua. Alternatif lain, naik bus atau kendaraan pribadi misalnya, juga seringkali tubrukan, masuk jurang, atau lainnya. Bahkan jalan kaki pun, beresiko ditubruk mobil, baik dari belakang atau juga dari depan sekalipun. Musibah ada di mana-mana, sehingga sangat sulit dihindari. Bentuknya beraneka ragam, datangnya juga tidak pernah bisa diramalkan. Musibah bisa dialami oleh siapapun tanpa terkecuali. Sehingga seolah-olah musibah menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Musibah bisa saja datang dari berbagai kemungkinan yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya. Musibah yang terjadi di daerah Padang, Sumatera Barat beberapa hari yang lalu, berupa gempa bumi memang sangat mengejutkan. Korbannya sedemikian banyak, ratusan orang meninggal tertimpa bangunan rumah yang roboh, hilang tertimbun longsoran tanah, luka-luka dan seterusnya. Rumah-rumah penduduk, perkantoran, toko, hotel, kampus, dan juga fasilitas umum lainnya seperti pipa air, listrik, jalan-jalan aspal banyak rusak. Menyaksikannya, sekalipun hanya melalui televisi, rasanya sangat sedih, apalagi diperdengarkan suara anak-anak dan ibu-ibu menjerit-njerit minta pertolongan. Lebih menyedihkan lagi jika membayangkan terhadap hari-hari pasca gempa. Mereka akan menghadapi berbagai kesulitan, seperti misalnya memperbaiki rumah, mendapatkan air bersih, penerangan, dan bahkan juga lapangan pekerjaan. Bagi pedagang yang tempat jualannya tidak segera diperbaiki maka tidak akan bisa segera berdagang lagi. Gedung sekolah yang rusak berat, perkantoran ambruk, jembatan putus dan lain-lain, akan mengganggu warga segera melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti sediakala. Peristiwa yang terjadi sangat mendadak dan hanya berlangsung beberapa menit, tetapi berbuahkan penderitaan yang sangat berat dirasakan. Menghindar dari jenis musibah seperti ini, jelas tidak mungkin dilakukan. Cara yang paling bisa dilakukan adalah menata hati, agar bisa sabar dan tawakkal. Bagi kaum muslimin, sekalipun hal itu berat menerimanya, tetapi untuk menghadapinya masih memiliki rujukan yang jelas. Misalnya, bahwa apapun yang terjadi di muka bumi ini, termasuk musibah, adalah sudah menjadi ketentuan Allah. Sebagai makhluk kita harus bersabar dan ikhlas menerimanya. Hidup dan mati adalah ketentuan Tuhan. Bahkan semua orang akan menemui ajalnya. Harta kekayaan, berapapun jumlah dan indahnya, suatu ketika akan ditinggalkannya. Tentang kematian, siapapun akan mengalami, hanya tinggal menunggu waktu, kapan itu terjadi, tidak ada yang tahu. Islam mengajarkan, bahwa bagi siapapun, yang penting dalam kehidupan ini, adalah keimanan, amal sholeh, dan akhlaq mulia. Manakala ketiga hal itu bisa dipelihara sebaik-baiknya, maka tidak ada sesuatu yang perlu diratapi. Menyadari terhadap ukuran keberhasilan hidup ini, maka tatkala harus menghadapi musibah apapun, maka akan menerimanya dengan ikhlas. Semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah. Manusia tidak memiliki apapun, kecuali -------barangkali, hanya sebatas merasa memilikinya. Cara berpikir seperti ini, kiranya pada setiap saat perlu dikembangkan dari pada terlalu sibuk berpikir menghindar dari musibah, yang tidak pernah tahu jenis dan kapan datangnya. Tentu bagi yang sedang tidak terkena musibah, sepantasnyalah memberikan pertolongan dan bantuannya. Selain itu, kejadian itu seharusnya dijadikan pelajaran yang berharga. Sebab, tidak ada kejadian di muka bumi ini yang sia-sia, baik bagi mereka yang terkena musibah maupun yang tidak. Sebagai kaum muslimin, harus pandai-pandai selalu mengambil hikmah dari apapun yang terjadi di kanan-kiri kita semua. Orang bijak mengatakan bahwa hidup bagaikan musafir, maka seharusnya di tengah perjalanan selalu menghadapi uji dan cobaan. Tidak benar kita merasa akan selalu masih berada di perjalanan itu. Suatu saat kita semua pasti kembali. Disebut sebagai telah kembali secara baik manakala telah berbekalkan banyak, yaitu iman, amal sholeh dan akhlakul karimah. Semoga mereka yang pada saat ini tertimpa musibah, segera sembuh kembali. Sedangkan bagi mereka yang lantaran musibah itu dipanggil oleh Allah, semoga telah banyak bekal -----iman, amal sholeh dan akhlakul karimah, yang dibawanya. Wallahu a’lam |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar