Selasa, 20 Oktober 2009

PEMIMIPIN PEMERSATU BANGSA

PEMIMPIN PEMERSATU BANGSA

OLEH: MOH. SAFRUDIN




Cetak


Jika pemimpin itu diumpamakan sebagai seorang nahkoda kapal, maka ia dituntut kemampuan untuk mengarahkan kapal dan sekaligus menyatukan seluruh anak buahnya. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika seorang nahkoda kapal kehilangan arah, tidak tahu kemana kapalnya akan diarahkan. Maka yang terjadi, adalah kapal akan terombang-ambing tanpa arah. Kapal akan bergerak, tetapi gerakannya tidak jelas, bahkan bisa jadi semula dikiranya sudah pergi jauh, ternyata justru kembali ke tempat semula.

Begitu pula bagi seorang pemimpin, harus mengetahui posisi dan sekaligus tahu akan digerakkan kemana masyarakat yang sedang dipimpinnya. Mendapatkan orang yang memiliki kemampuan seperti itu ternyata juga tidak mudah . Banyak pemimpin di berbagai level ternyata tidak tahu apa yang sesungguhnya dimaui terhadap lembaga atau masyarakat yang dipimpinnya. Untuk menghindari akan terjadinya kenyataan seperti itu, maka calon pemimpin pada akhir-akhir ini, sebelum dipilih oleh mereka yang berhak memilih, diminta untuk menyampaikan visi, misi dan program kerjanya.

Melalui penyampaian visi dan misi serta program kerja itu, maka para calon pemimpin akan diketahui telah memiliki arah yang jelas kemana kepemimpinannya akan dibawa dan diarahkan. Hanya saja sayangnya, kebanyakan penyampaian visi dan misi, serta program kerja itu dilaksanakan baru sebatas untuk memenuhi syarat dan rukunnya belaka. Sebab ternyata, para pemilih dalam menentukan pilihannya tidak selalu mendasarkan pada visi dan misi yang disampaikan oleh masing-masing calon, melainkan berdasar dari hasil loby-loby dan bahkan transaksi-transaksi yang dilakukan sebelumnya.

Keadaaan seperti itulah yang kemudian berakibat, bahwa mendapatkan pemimpin yang benar-benar capable dan memiliki trust yang tinggi, pada tataran implementasinya sulit dilakukan. Suasana buruk dalam proses rekruitmen kepemimpinan itu menjadikan pemenangnya adalah orang-orang yang memiliki dukungan politik, hubungan-hubungan cultural, dan bahkan tanpa malu-malu dikatakan, adalah orang yang sebatas hanya bermodalkan dana besar. Oleh karena itu tidak aneh jika sementara orang mengatakan bahwa modal mendapatkan kekuasaan selama ini bukan kecerdasan, kejujuran, kearifan dan sifat-sifat terpuji lainnya, melainkan hanya uang. Siapapun yang memiliki uang, maka mereka itulah yang akan berkuasa.

Posisi pemimpin yang sedemikian penting dan strategis, ternyata hanya dijadikan sebagai lahan permainan untuk mendapatkan hal-hal remeh, yaitu yang terkait dengan kebendaan belaka. Akibatnya, pemimpin yang terpilih bisa jadi orang yang sesungguhnya tidak memiliki kapabilitas yang cukup. Sebagai resikonya, terjadi kekecewaan yang akan dirasakan oleh rakyat yang dipimpinnya. Inilah problem pelaksanaan demokrasi selama ini. Teori yang baik, tidak selalu dapat diimplementasikan secara baik dan memuaskan oleh semua pihak.

Jalan keluar yang harus dilalui dari belenggu ini, tidak ada lain kecuali memberdayakan masyarakat. Jika masyarakat sudah berdaya, dalam arti bisa diajak berpikir rasional, obyektif, berani dan terbuka, maka cara-cara tersebut secara bertahap bisa dikurangi. Memberdayakan masyarakat tidak ada pintu, kecuali melalui pendidikan yang berkualitas. Sedangkan pendidikan berkualitas selain berbiaya mahal juga tidak bisa diraih dalam waktu yang singkat. Inilah hambatan-hambatan yang selalu ada dan terjadi di mana-mana dalam mendapatkan kepemimpinan yang ideal, yakni di antaranya mampu memberikan arah kepada masyarakat yang dipimpinnya.

Selain itu tugas pemimpin yang juga cukup berat adalah menyatukan seluruh elemen yang dipimpinnya. Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin adalah manakala berhasil menyatukan semua dari mereka yang dipimpinnya itu. Rasulullah dalam membangun masyarakat Madinah hingga berhasil gemilang, yang pertama kali dilakukan adalah menyatukan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Bahkan juga Presiden Soeharto mampu bertahan memimpin bangsa ini hingga lebih dari 30 tahun, di antaranya karena berhasil menyatukan berbagai partai politik. Ia melakukan restrukturisasi partai politik dari multi partai menjadi tiga partai politik, yaitu Golkar, PPP dan PDI.

Informasi sementara, dari 34 anggota kabinet Presiden SBY yang sebentar lagi akan dilantik, kabarnya ada sekitar 20 orang berasal dari berbagai partai politik yang berkoalisi. Mudah-mudahan ini dimaksudkan sebagai strategi untuk menyatukan berbagai kepentingan agar pemerintahan yang dipimpinnya berjalan stabil. Strategi ini oleh sementara orang dengan berbagai macam argumentasi dikatakan kurang positif, tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain, yakni dimaksudkan untuk menyatukan itu, maka justru sebaliknya. Pilihan itu memang harus diambil. Wallahu a’lam.

Ditulis Oleh moh. Safrudin, S.Ag,M.PdI adalah guru MAN 1 kendari Ketua Majelis Alumni IPNU sultra peneliti sangia institute, Dosen STIK Avicenna kendari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar