Halal bi halal adalah khas Indonesia. Sepengetahuan saya, di negara lain tidak ada kebiasaan untuk menyelenggarakan kegiatan itu. Bahkan istilah halal bi halal itu sendiri, sekalipun mirip-mirip atau berakar dari bahasa Arab, sebenarnya juga khas Indonesia. Mungkin bisa jadi, nanti akan ada orang yang ingin mematenkan, agar diketahui bahwa itu memang milik bangsa yang mayoritas beragama Islam ini. Acara halal bi halal, banyak dilakukan di kantor-kantor, baik kantor pemerintah maupun swasta. Menikmati hari raya idul fitri seolah-olah belum bisa berhenti atau dirasa sempurna, jika acara halal bi halal belum dilaksanakan. Sehingga halal bi halal dianggap sekaligus sebagai penutup kegiatan hari raya. Setelah kegiatan itu dilaksanakan, maka tidak pantas kalau pegawai kantor masih belum aktif kembali. Memang ada perkumpulan, instansi, atau organisasi yang menyelenggarakan acara seperti itu jauh setelah hari idul fitri, misalnya selang beberapa mingggu. Dilakukan seperti itu biasanya sekedar menyesuaikan dengan waktu atau kesempatan berbagai pihak. Misalnya, kesanggupan pembicara yang akan tampil pada acara itu atau lainnya. Sekalipun sesungguhnya tidak ada tuntutan secara jelas, halal bi halal ini oleh sementara orang dianggap sebagai ajaran yang bersumber dari agama. Bahkan juga dianggap sebagai bagian penyempurna dari kegiatan Ramadhan. Padahal tidak begitu. Hanya karena rasa bahagia dan atau kegembiraan yang luar biasa, setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, maka dirasa harus ditutup dengan tasyakkur bersama. Lebih dari itu, kaum muslimin berharap akan janji Allah melalui hadits nabi yang mengatakan bahwa, siapapun yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh ikhlas, dan berharap mendapatkan ridha Allah, maka akan diampuni dosanya pada masa yang lalu. Agar janji itu benar-benar diperoleh secara sempurna, maka selain memohon ampunan kepada Allah, juga berusaha saling menghalalkan antar sesama. Berangkat dari pandangan inilah kemudian, sesama muslim saling meminta dan memberi maáf, sehingga kemudian muncul istilah halal bi halal itu. Saling bersilaturrahiem biasanya juga dilakukan secara individual, antar keluarga, tetangga, dan kenalan secara tidak resmi. Sehingga, acara halal bi halal di kantor atau di mana saja, sebetulnya hanyalah merupakan formalisasi dari apa yang sesungguhnya sudah dilakukan secara individual sebelumnya. Kegiatan Ini kemudian menjadikan kaum muslimin semakin memiliki banyak serimonial yang bernuansa keagamaan. Sekalipun sebagaimana dikemukakan di muka, bahwa kegiatan halal bi halal ini tidak mudah dicari rujukannya dari sumber ajaran agama, kecuali jika dikaitkan dengan tuntunan agar selalu memupuk tali sillaturrakhiem, tetapi memang banyak sekali manfaat yang lahir dari kegiatan itu. Melalui acara halal bi halal ini, banyak orang saling bertemu, merjabatan tangan, menyampaikan ucapan permohonan maáf, berdoa bersama dan seterusnya. Sesuatu hal yang mungkin sulit dilakukan dalam hari-hari biasa, maka melalui acara halal bi halal ini menjadi mudah dilakukannya. Seorang atasan pada sebuah instansi yang seringkali melakukan kesalahan terhadap staf atau bawahannya, tidak akan mungkin menyampaikan permohonan maáf, maka pada acara seperti ini dianggap merupakan kesempatan yang tepat untuk dilakukan. Sesama pekerja kantor, perusahaan, atau warga kampung yang misalnya telah terjadi saling berputus komunikasi, maka dengan halal bi halal akan menjadi titik awal bisa berkomunikasi kembali, setelah saling meminta dan memberi maaf pada acara itu. Biasanya acara halal bi halal di sebuah kantor, instansi ataupun di lingkungan warga penduduk juga mengundang semua warganya, tanpa memperhatikan latar belakang social, termasuk juga agamanya. Sekalipun halal bi halal ini adalah khas tradisi kaum muslimin, tetapi semua warga akan hadir mengikutinya, sekalipun yang bersangkutan belum menjalankan puasa, dan bahkan juga bukan seorang muslim. Sehingga, melalui acara ini sekaligus juga memperkenalkan tradisi, bahkan juga pandangan, dan pengertian tentang Islam itu sendiri kepada semua yang hadir, yang mereka itu bisa jadi memiliki latar belakang pengetahuan yang beragam, dan bahkan berbeda keyakinannya itu. Acara yang bernuansa keagamaan, -khas Indonesia ini, ternyata memiliki makna atau fungsi yang sangat besar dalam rangka saling mendekatkan antar sesama. Dengan kegiatan itu, Islam benar-benar tampak menjadi kaya nuansa, mementingkan sialturrakhiem, membangun kedamaian, kebersamaan, memberi peluang untuk saling memberi dan menerima antar sesama, bahkan pemberian itu tidak saja yang bersifat material tetapi juga social dan seterusnya. Dalam Islam hubungan manusia dengan Tuhan melalui berbagai kegiatan ritual, harus dilanjutkan dengan hubungan baik antar sesama. Pada hari ini, Senin tanggal 28 September 2009 tugas untuk mengikuti acara halal bi halal. Mereka juga diharapkan membawa serta keluarganya dalam acara itu, sehingga setidak-tidaknya antar keluarga warga atau masyarakat terjadi saling mengenal, memahami, menghargai, dan hingga berlanjut saling mencintai. Acara sederhana yang diisi dengan ceramah, lalu bersama-sama makan ketupat sebagai simbul saling memaafkan itu, diharapkan menjadi menyubur tali silaturrakhiem sebagai modal penting untuk membangun kekuatan dalam rangka memajukan kampus kebanggaan bersama ke depan. Wallahu a’lam. Ditulis Oleh moh. Safrudin, S.Ag,M.pdI adalah guru MAN 1 kendari Ketua Majelis Alumni IPNU sultra peneliti sangia institute, Dosen STIK Avicenna kendari |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar