HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
HELM STANDAR SNI DAN BISNIS PEJABAT.
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
OLEH: MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Mejelis Alumni IPNU Sultra)
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri, bersama dengan kedua anak saya yang masih kecil, tiba-tiba seorang polisi datang menghentikan laju kendaraan saya untuk berhenti sejenak,pak polisi hormat pada kami lalu mengambil helem istri saya, pak polisi bilang pak ini helm tidak berstandar SNI makanya kami ambil, sekarang harus pakai hlm yang berstandar SNI, sekarang bapak sialahkan jalan tapi nanti kalau bapak lewat sini lagi dan memakai helm tidak bersetandar SNI bapak kami tilang, besarnya tialangan Rp 250.000. saya bilang iya pak. Pada saat itu hari jumat pas tanggal 30 April 2010, tanggal paling tua untuk pegawai negeri, jangankan untuk beli Helm SNI yang harganya berkisar antara 125.000 sampai 300.000. untuk beli susu anak-anak aja tidak ada.
Besoknya hari sabtu tanggal 1 mei tapi bagi pegawai kalau bertepatan hari sabtu maka gajian dialihkan hari senin, karena hari libur pegawai, sementara pekerjaan saya sebagai guru saya harus ke kantor tapi belum punya helm. Nanti kalau lewat dipos polisi yang harus saya lewati karena tidak ada tempat selain jalan tersebut sudah pasti saya kena tilang.
Itulah gambabran aturan yang diterapkan dengan menggunkan helm standar SNI, bagi orang yang belum punya Helm Standar SNI, bagaimana kalau hal ini menimpa para tukang ojek, yang makan aja susah apalagi harus dibebani membeli Hlm Standar SNI, motor yang digunakan adalah motor cicilan alias kredit,apakah harus menjual motornya untuk beli Helm?
Mulai tanggal 25 Maret 2009, kita semua para bikers di “haruskan” menggunakan helm berstandard SNI dalam setiap berkendara. Peraturan yang saya anggap peraturan yang sangat lucu dan konyol ini sudah di tanda tangani oleh menteri Perindustrian tanggal 25 Juni 2008 dengan nomor No 40/M-IND/Per/6/2008. Jelas peraturan ini terdengar sangat mengocok perut kita. Kenapa tidak? Coba bayangkan bila kita sudah menggunakan helm yang standardnya lebih dari SNI, semisal DOT, Sneel, DLL. Yang mana standar tersebut jauh di atas SNI. Begitupun harga helm berstandard internasional dengan SNI. Harga helm berstandard internasional paling murah saja sudah diatas 500.000an, sedangkan harga helm SNI hanya berkisar 250-300 ribuan. Lagipula apakah helm SNI yang akan kita beli nanti, sudah pasti benar-benar asli berstandard SNI. Bagaimana kalau helm yang kita beli hanya stiker saja dengan tulisan SNI. Iyakan? Indonesia kan banyak aspalnya… Hehehe… Lagi pula apakah pemerintah sudah dan bisa menjamin bahwa helm SNI itu lebih baik dari helm berstandard DOT atau Sneel dan apakah sudah pasti bila kita menggunakan helm SNI dna suatu ketika kita mengalami kecelakaan fatal. Dengan helm tersebut kepala kita tidak akan apa-apa? Atau ini hanya permainan pemerintah saja agar kita membeli produk buatan Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia dan mengurangi jumlah PHK, seperti saat orang pemerintahan di anjurkan memakai sepatu dan produk Indonesia?
helm ini sesuai standar SNI, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian pada pengguna helm ini, produsen tidak akan pernah mau bertanggung jawab sama sekali.
karena kami hanya ingin keuntungan dari penjualan helm dalam negeri atau Cuma bisnis para pejabat untuk mendapatkan keuntungan tambahan selain gaji dari pemerinntah.
Di sisi lain memang menjadi bahan perbincangan kotroversial sebelum pemerintah mewajibkan menggunakan Helm Standar SNI, membuat kebijakan bagi pengendara roda dua di siang hari harus menyalakan lampu, padahal siang hari cukup terang dan semua apa yang terjadi dapat dilihat walaupun tidak menyalakan lampu, padahal mobil tidak diperintahkan untuk menyalakan lampu yang jauh lebih besar, bukankah ada makna terselubung dibalik itu, mungkinkah ada bisnis pejabat dengan produsen lampu, agar produknya lebih laku, atau ada kerja sama Kapolri punya pabrik pembuat lampu kendaraan.
Mungkinkah helm berstandar SNI menjadi bisnis pejabat petinggi polri ? apalagi hampir dipastikan para pejabat tidak ada yang miskin, akan tetapi semakin kaya, bahkan punya deposito milyaran sampai triliun. seperti kasus Gayus, markus pajak, Robert Tantular Bos Century, Syahril Johan , adalah gambaran kecil paara pejabat kita yang melakukan korupsi. Memilliki tabungan milyaran rupiah
Sekarang pengawasan ketat tapi tak kalah pintar mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan dengan berbisnis yang mempengaruhi kebijakan dalam pemerintahan, padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjangan yang cukup tinggi. Sehingga membuat kebijakan dimasayarakat sepertinya pemerintah tidak paham kondisi masyarakat kita yang tidak sedikit hidup di bawah garis kemiskinan.
Mau untung sendiri, tanpa memikiran keselamatan pengguna?
kita buntung, bangsa buntung, pejabat untung…
mulai dari sepatu (oke lah tidak apa-apa, lagian sepatu lokal juga lagi terpuruk…)
lha kalo helm?
apa iya kepala Kita standar SNI juga ?
harga kepala kita sebanding dengan helm yang kita pakai, kalau itu harus berstandar nasional maka ekonomi kita harus di standarkan…
Mungkin lebih baik dibuat “helm yg boleh digunakan minimal standar SNI”, soalnya gimana kalo udah terlanjur punya sudah nyaman dengan hlm yang standarnya diatas SNI (tidak ada logo SNInya)? Sebanarnya litelatur yang digunakan SNI bagaimana ? apa kalo produsen helm kalau sadah mencantumkan logo SNI pada produknya itu berarti sudah memenuhi syarat standar keamanan versi yg mengeluarkan peraturan ini…?
Cukup repot juga yah peraturan sekarang masa harus beli lagi helm dari mana uang yang harus kita ambil. Tidak masalah kalau helm yang bersetandar SNI dibagikan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang kurang mampu. Agar mereka tidak harus meminjam uang, atau mencuri uang untuk membeli helm. Bisa menambah kriminalitas di masyarakat
Negara itu mesti punya standar industri. kalo tidak ya bakal diinjak-injak negara lain. banyak tuh barang asal murah masuk indonesia.
kalo memang barang bagus masuk indonesia dan standarnya lebih baik kenapa tidak. tinggal daftarkan di perindustrian untuk dapat SNI. kalo ngaku lebih baik tentu lolos di helm nempel tuh standar SNI, boleh juga tambah snell atau dot.
nah itu baru helm tidak cuma aman buat kepala. tapi juga buat perekonomian indonesia.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat dengan standar Nasional perekonomian kita, kalau kita mewajibkan menggunakan helm Standar SNI, harus memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, kalau tidak maka akan mucul kriminalitas khususnya masyarakat kecil dan ekonomi lemah harus dipaksa membeli Hlm Standar SNI, mereka harus mendapatkan uang dari mana untuk membeli helm yang harganya tidak murah wallahu Alam bissawab
ISLAM AKTUAL
Jumat, 30 April 2010
Kamis, 29 April 2010
ISLAM MEMBIMBING HIDUP TERATUR
Sedemikian indah kehidupan dalam Islam. Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ini mengajarkan hidup secara teratur, yang semua isi ajaran itu tertuang dalam kitab suci al Qur’an, hadits nabi. Pedoman hidup itu menyangkut berbagai aspek, mulai dari persoalan yang terkait dengan pribadi, keluarga, bermasyarakat dan bahkan sebenarnya, juga terkait dengan bernegara.
Terkait dengan kehidupan pribadi misalnya, seseorang mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, diberikan tauladan oleh rasulullah. Pada saat siang, manusia dianjurkan untuk mecari rizki, sedangkan di malam hari agar digunakan untuk istirakat. Tentu saja pembagian waktu itu berlaku umum, dan diberlakukan secara khusus bagi mereka yang memiliki hajat, misalnya bertugas di waktu malam.
Bangun pagi bagi kaum muslimin, dilakukan sebelum mata hari terbit, karena harus menjalankan sholat subuh. Segera bangun dari tidur, kaum muslimin dianjurkan untuk berdoa’, bersyukur kepada Allah, karena telah dihidupkan kembali. Segera setelah itu, mereka dianjurkan untuk berwudlu untuk menghilangkan hadats kecil, sebagai syarat menjalankan sholat subuh.
Pada saat itu, dari masjid atau musholla dikumandangkan adzan subuh. Sebagai umat Muhammad, mereka dianjurkan datang ke tempat ibadah itu, memenuhi panggilan mulia tersebut. Nabi Muhammad dalam berbagai riwayat tidak pernah melakukan sholat wajib sendirian di rumah, dan bahkan dalam keadaan sakitpun, utusan Allah itu selalu memenuhi panggilan adzan sholat berjama’ah di masjid.
Pada pagi buta itu, kaum muslimin dan muslimat telah bertemu dan berkumpul di tempat suci dan mulia, yaitu di masjid. Dalam keadaan suci, setelah berwudhu, di tempat yang suci pula, mereka menghadap Allah bersama-sama dengan sholat berjama’ah. Sebelum sholat bersama itu dilakukan, setiba di masjid, mereka sholat tahiyatul masjid dan sholat sunnat lainnya, berdoa atas keselamatan sesama kaum muslimin.
Keindahan lainnya pada pertemuan di tempat ibadah itu adalah suara-suara yang dikumandangkan berupa puji-pujian, asma’ Allah yang mulia, bersukur, bertasybih dan takbir. Suara al Qur’an dibaca oleh sementara orang, sambil menunggu dimulainya sholat subuh itu. Semua orang yang hadir di masjid atau musholla, tidak ada niat lain kecuali tunduk dan beribadah kepada Allah.
Suasana seperti itu dilakukan pada setiap hari, kecuali bagi mereka yang sedang berhalangan, misalnya sakit atau sedang dalam musafir. Sholat berjama’ah subuh itu tidak hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, melainkan pada setiap hari secara teratur dan istiqomah. Oleh karena itu, tidak akan ada orang di sekitar masjid yang tidak saling mengenal. Komunitas masjid menjadi sangat kokoh, lantaran diikat oleh tujuan hidup yang sama, perasaan yang sama, dalam ikatan tempat ibadah yang sama. Inilah kehidupan dalam Islam, yang sedemikian indahnya.
Melalui sholat subuh itu, maka orang akan menjadi sehat. Secara jasmani, sejak sebelum terbit fajar mereka sudah harus bangun dari tidur. Badan mereka sudah harus mulai bergerak. Setelah itu pada bagian-bagian tertentu, ----wajah, kedua belah tangan, kepala, dan kaki sudah harus tersentuh dengan air suci dan bersih. Sentuhan air itu tentu menjadikan kulit dan saraf-saraf yang ada di sekitar itu akan normal kembali.
Lebih dari itu, sejak pagi buta itu, bangun dari tidur, kaum muslimin dibiasakan untuk menyebut dan mengucapkan kata atau kalimat-kalimat indah dan mulia, asmaúl husna, doa, dan salam atas sesama. Sesama manusia tidak dibolehkan saling berebut, apalagi saling menjatuhkan. Mereka dianjurkan untuk saling menebar kasih sayang, saling mencintai antar sesama sebagaimana mencintai dirinya sendiri, tolong menolong dan memperkukuh. Semua itu tentu akan berpengaruh pada pikiran dan jiwa yang bersangkutan, menjadi sehat.
Islam menjadi sebuah gambaran tentang kehidupan yang indah. Baik mereka yang berposisi sebagai pejabat tinggi, pengusaha, politikus, rakyat dengan berbagai tingkat ekonomi dan status sosialnya, semua dipandang secara sama. Perbedaan itu dihimpun dalam masjid, dengan niat yang sama, kata atau kalimat sama, gerakan yang sama. Itulah kehidupan kaum muslimin di pagi itu, yang kiranya memang berbeda dari komunitas lainnya. Semua itu dijalankan secara teratur dan istiqomah untuk membuahkan kehidupan yang terbaik. Wallahu a’lam.
Terkait dengan kehidupan pribadi misalnya, seseorang mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, diberikan tauladan oleh rasulullah. Pada saat siang, manusia dianjurkan untuk mecari rizki, sedangkan di malam hari agar digunakan untuk istirakat. Tentu saja pembagian waktu itu berlaku umum, dan diberlakukan secara khusus bagi mereka yang memiliki hajat, misalnya bertugas di waktu malam.
Bangun pagi bagi kaum muslimin, dilakukan sebelum mata hari terbit, karena harus menjalankan sholat subuh. Segera bangun dari tidur, kaum muslimin dianjurkan untuk berdoa’, bersyukur kepada Allah, karena telah dihidupkan kembali. Segera setelah itu, mereka dianjurkan untuk berwudlu untuk menghilangkan hadats kecil, sebagai syarat menjalankan sholat subuh.
Pada saat itu, dari masjid atau musholla dikumandangkan adzan subuh. Sebagai umat Muhammad, mereka dianjurkan datang ke tempat ibadah itu, memenuhi panggilan mulia tersebut. Nabi Muhammad dalam berbagai riwayat tidak pernah melakukan sholat wajib sendirian di rumah, dan bahkan dalam keadaan sakitpun, utusan Allah itu selalu memenuhi panggilan adzan sholat berjama’ah di masjid.
Pada pagi buta itu, kaum muslimin dan muslimat telah bertemu dan berkumpul di tempat suci dan mulia, yaitu di masjid. Dalam keadaan suci, setelah berwudhu, di tempat yang suci pula, mereka menghadap Allah bersama-sama dengan sholat berjama’ah. Sebelum sholat bersama itu dilakukan, setiba di masjid, mereka sholat tahiyatul masjid dan sholat sunnat lainnya, berdoa atas keselamatan sesama kaum muslimin.
Keindahan lainnya pada pertemuan di tempat ibadah itu adalah suara-suara yang dikumandangkan berupa puji-pujian, asma’ Allah yang mulia, bersukur, bertasybih dan takbir. Suara al Qur’an dibaca oleh sementara orang, sambil menunggu dimulainya sholat subuh itu. Semua orang yang hadir di masjid atau musholla, tidak ada niat lain kecuali tunduk dan beribadah kepada Allah.
Suasana seperti itu dilakukan pada setiap hari, kecuali bagi mereka yang sedang berhalangan, misalnya sakit atau sedang dalam musafir. Sholat berjama’ah subuh itu tidak hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, melainkan pada setiap hari secara teratur dan istiqomah. Oleh karena itu, tidak akan ada orang di sekitar masjid yang tidak saling mengenal. Komunitas masjid menjadi sangat kokoh, lantaran diikat oleh tujuan hidup yang sama, perasaan yang sama, dalam ikatan tempat ibadah yang sama. Inilah kehidupan dalam Islam, yang sedemikian indahnya.
Melalui sholat subuh itu, maka orang akan menjadi sehat. Secara jasmani, sejak sebelum terbit fajar mereka sudah harus bangun dari tidur. Badan mereka sudah harus mulai bergerak. Setelah itu pada bagian-bagian tertentu, ----wajah, kedua belah tangan, kepala, dan kaki sudah harus tersentuh dengan air suci dan bersih. Sentuhan air itu tentu menjadikan kulit dan saraf-saraf yang ada di sekitar itu akan normal kembali.
Lebih dari itu, sejak pagi buta itu, bangun dari tidur, kaum muslimin dibiasakan untuk menyebut dan mengucapkan kata atau kalimat-kalimat indah dan mulia, asmaúl husna, doa, dan salam atas sesama. Sesama manusia tidak dibolehkan saling berebut, apalagi saling menjatuhkan. Mereka dianjurkan untuk saling menebar kasih sayang, saling mencintai antar sesama sebagaimana mencintai dirinya sendiri, tolong menolong dan memperkukuh. Semua itu tentu akan berpengaruh pada pikiran dan jiwa yang bersangkutan, menjadi sehat.
Islam menjadi sebuah gambaran tentang kehidupan yang indah. Baik mereka yang berposisi sebagai pejabat tinggi, pengusaha, politikus, rakyat dengan berbagai tingkat ekonomi dan status sosialnya, semua dipandang secara sama. Perbedaan itu dihimpun dalam masjid, dengan niat yang sama, kata atau kalimat sama, gerakan yang sama. Itulah kehidupan kaum muslimin di pagi itu, yang kiranya memang berbeda dari komunitas lainnya. Semua itu dijalankan secara teratur dan istiqomah untuk membuahkan kehidupan yang terbaik. Wallahu a’lam.
Jumat, 23 Oktober 2009
POLITIK,PEMILIHAN LANGSUNG DAN PERAN
Oleh KH Afifuddin Muhajir *
Salah satu ciri khas agama Islam yang sangat menonjol adalah keterpaduannya antara ketegasan dan kelenturan yang tersebar dalam petunjuk-petunjuknya. Pada umumnya ketegasan terdapat dalam hal-hal yang menjadi tujuan (ghayat), sedangkan kelenturan menyangkut cara atau sarana mencapai tujuan (wasilah). Masalah kepemimpinan termasuk kepemimpinan politik bisa dikemukakan sebagai contoh konkrit bagi ciri khas Islam tersebut.
Dalam hal ini sekurangnya ada tiga ranah, yaitu tujuan pokok, tujuan perantara dan cara mencapai tujuan. Tegaknya keadilan, terwujudnya kesejahteraan, dan ketenteraman merupakan tujuan pokok adanya kepemimpinan. Sedangkan tegaknya kepemimpinan yang berkeadilan adalah tujuan antara yang bisa mengantarkan kepada tujuan pokok di atas. Sementara mekanisme pengangkatan pemimpin adalah cara mencapai tujuan. Dalam ranah yang terakhir inilah Islam memberi ruang gerak dan keleluasaan bagi umatnya untuk berijtihad dan memilih cara yang sesuai dengan perkembangan kehidupan.
Dalam banyak literatur fiqh siyasah (fiqh politik), dikemukakan beberapa cara pengangkatan pemimpin yang pernah terjadi dalam sejarah kepemimpinan Islam. Salah satunya adalah melalui mekanisme ikhtiyar (pemilihan), namun hak memilih hanya dimiliki oleh ahlu al-halli wa al-`aqdi (tokoh-tokoh masyarakat) yang memenuhi beberapa syarat penting, yaitu memiliki pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang kandidat yang akan dipilih; memiliki sifat `adalah (keadilan) dan memiliki kebijakan yang bisa mengantarkan kepada terpilihnya pemimpin yang ideal.
Hal ini berbeda dengan pemilihan dalam sistem demokrasi langsung yang memberikan hak pilih kepada setiap warga negara yang telah cukup umur. Di sini tidak ada perbedaan antara yang alim dengan yang awam, antara kiai dengan santri, antara pejabat puncak dengan pengayuh becak, antara suara seorang profesor dengan suara tukang cukur, dan seterusnya.
Pada dasarnya, sistem pemilihan langsung itu baik, bahkan ideal, karena memberi kesempatan kepada setiap orang untuk memilih pemimpin yang disukai dan dicintai. Dalam hadits riwayat Muslim dijelaskan bahwa sebaik-baik pemimpin adalah pempimpin yang mencintai rakyat dan dicintai rakyat, dan sejelek-jelek pemimpin adalah pemimpin yang membenci rakyat dan dibenci oleh rakyat. Akan tetapi di Indonesia, sistem pemilihan langsung, baik Pilkada, Pilpres, maupun Pileg, banyak menghadapi kendala.
Kendala utama pemilihan langsung dalam konteks keindonesiaan adalah keawaman, kebutahurufan, dan kemiskinan sebagian masyarakat. Tampaknya masyarakat Indonesia sebagian besar buta politik dan tidak mengetahui syarat-syarat yang harus dimiliki pemimpin, sedangkan yang memiliki pengetahuan seringkali tidak menjatuhkan pilihan sesuai hati nuraninya. Faktor kemiskinan dari para pemilih menyebabkan suara mereka mudah dibeli dengan harga yang sangat murah. Oleh karena itu, demokrasi harus dibangun beriringan dengan peningkatan pendidikan dan pembangunan ekonomi masyarakat.
Selama kondisi kita masih seperti sekarang ini, ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab, perlukah taujihat (arahan) dari tokoh masyarakat, terutama tokoh agama dan para kiai sebagai pengawal moral untuk anggota masyarakat yang dianggap awam, dengan tujuan agar mereka memilih calon pemimpin yang dinilai memiliki atau lebih memiliki integritas dan kapabilitas? Ataukah, sebaiknya mereka dilepas dan dibiarkan mengikuti kehendak masing-masing?
Jawabannya, tergantung situasi dan kondisi, terutama kondisi para kandidat. Arahan dan fatwa politik kiai itu menjadi perlu, bahkan wajib bila masyarakat dihadapkan pada pilihan antara pemimpin yang baik dan yang buruk menurut pandangan para tokoh yang berkompeten. Dalam konteks yang lain, arahan politik dari para kiai bisa tidak diperlukan misalnya bila pilihan-pilihan yang ada masih dalam kategori syubuhat (remang-remang), tidak jelas halal-haramnya atau baik-buruknya, kerena persoalan yang masih syubuhat pada umumnya menjadi ajang terwujudnya khilâf (perbedaan) di antara para tokoh sendiri yang sangat potensial bagi terjadinya benturan dan disharmoni. Faktor syubuhat inilah yang menyebabkan terjadinya ketegangan di antara para kiai seperti tampak dalam beberapa kali Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Walau tak bisa ditutupi pula, ketegangan politik di antara para kiai kerap bukan karena dilatari perbedaan ijtihad politik, melainkan karena motif duniawi lainnya. Ini yang memprihatinkan.
Dengan demikian, maka ketika arahan politik itu diperlukan, kejujuran dan keikhlasan merupakan modal utama bagi tokoh-tokoh agama dan para kiai di dalam memberikan fatwa politik. Dan, kita sangat ber-husnu al-zhan (berbaik sangka) bahkan yakin bahwa tak sedikit dari para kiai yang memiliki modal itu. Ini terbukti dengan banyaknya kiai yang lebih suka mendukung calon pemimpin hanya karena diyakini memiliki integritas dan kapabilitas dari calon lain yang diyakini akan memberikan keuntungan duniawi yang melimpah.
Oleh karena itu, fatwa politik (sebagian) kiai didasarkan pada pertimbangan etik-moral dan bukan pada kekuasaan. Mereka ingin mengarahkan dukungan kepada kandidat yang paling memenuhi kualifikasi dan standar, seperti yang mereka yakini. Namun, dukungan para kiai ini sekalilagi kerap kandas ketika berhadapan dengan politik uang. Fatwa kiai ini tak lagi didengar karena sebagian masyarakat terutama yang miskin lebih mendahulukan dan memilih kandidat yang memberi bantuan finansial, sembako, dan lain-lain.
Ke depan, saya kira itu membahayakan. Sebab, hanya orang-orang yang berkantong tebal yang akan menjadi pemimpin. Sementara mereka yang memiliki sumber dana terbatas tapi mempunyai kualifikasi pemimpin tak akan punya peluang untuk memimpin, baik di pusat maupun di daerah. Kiai sebagai tokoh agama bertugas untuk mengembalikan arah politik dari politik kekuasaan yang bersandar pada uang dan kapital semata-mata kepada politik kekuasaan yang bertunjang pada etika, moral, dan integritas. Publik secara umum perlu disadarkan bahwa pemimpin yang kuat, jujur, dan kapabel lebih didahulukan daripada pemimpin yang tidak jujur, berintegritas rendah dan melakukan politing uang.
Pengasuh Ma`had Aly Asembagus Situbondo, Jawa Timur
Salah satu ciri khas agama Islam yang sangat menonjol adalah keterpaduannya antara ketegasan dan kelenturan yang tersebar dalam petunjuk-petunjuknya. Pada umumnya ketegasan terdapat dalam hal-hal yang menjadi tujuan (ghayat), sedangkan kelenturan menyangkut cara atau sarana mencapai tujuan (wasilah). Masalah kepemimpinan termasuk kepemimpinan politik bisa dikemukakan sebagai contoh konkrit bagi ciri khas Islam tersebut.
Dalam hal ini sekurangnya ada tiga ranah, yaitu tujuan pokok, tujuan perantara dan cara mencapai tujuan. Tegaknya keadilan, terwujudnya kesejahteraan, dan ketenteraman merupakan tujuan pokok adanya kepemimpinan. Sedangkan tegaknya kepemimpinan yang berkeadilan adalah tujuan antara yang bisa mengantarkan kepada tujuan pokok di atas. Sementara mekanisme pengangkatan pemimpin adalah cara mencapai tujuan. Dalam ranah yang terakhir inilah Islam memberi ruang gerak dan keleluasaan bagi umatnya untuk berijtihad dan memilih cara yang sesuai dengan perkembangan kehidupan.
Dalam banyak literatur fiqh siyasah (fiqh politik), dikemukakan beberapa cara pengangkatan pemimpin yang pernah terjadi dalam sejarah kepemimpinan Islam. Salah satunya adalah melalui mekanisme ikhtiyar (pemilihan), namun hak memilih hanya dimiliki oleh ahlu al-halli wa al-`aqdi (tokoh-tokoh masyarakat) yang memenuhi beberapa syarat penting, yaitu memiliki pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang kandidat yang akan dipilih; memiliki sifat `adalah (keadilan) dan memiliki kebijakan yang bisa mengantarkan kepada terpilihnya pemimpin yang ideal.
Hal ini berbeda dengan pemilihan dalam sistem demokrasi langsung yang memberikan hak pilih kepada setiap warga negara yang telah cukup umur. Di sini tidak ada perbedaan antara yang alim dengan yang awam, antara kiai dengan santri, antara pejabat puncak dengan pengayuh becak, antara suara seorang profesor dengan suara tukang cukur, dan seterusnya.
Pada dasarnya, sistem pemilihan langsung itu baik, bahkan ideal, karena memberi kesempatan kepada setiap orang untuk memilih pemimpin yang disukai dan dicintai. Dalam hadits riwayat Muslim dijelaskan bahwa sebaik-baik pemimpin adalah pempimpin yang mencintai rakyat dan dicintai rakyat, dan sejelek-jelek pemimpin adalah pemimpin yang membenci rakyat dan dibenci oleh rakyat. Akan tetapi di Indonesia, sistem pemilihan langsung, baik Pilkada, Pilpres, maupun Pileg, banyak menghadapi kendala.
Kendala utama pemilihan langsung dalam konteks keindonesiaan adalah keawaman, kebutahurufan, dan kemiskinan sebagian masyarakat. Tampaknya masyarakat Indonesia sebagian besar buta politik dan tidak mengetahui syarat-syarat yang harus dimiliki pemimpin, sedangkan yang memiliki pengetahuan seringkali tidak menjatuhkan pilihan sesuai hati nuraninya. Faktor kemiskinan dari para pemilih menyebabkan suara mereka mudah dibeli dengan harga yang sangat murah. Oleh karena itu, demokrasi harus dibangun beriringan dengan peningkatan pendidikan dan pembangunan ekonomi masyarakat.
Selama kondisi kita masih seperti sekarang ini, ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab, perlukah taujihat (arahan) dari tokoh masyarakat, terutama tokoh agama dan para kiai sebagai pengawal moral untuk anggota masyarakat yang dianggap awam, dengan tujuan agar mereka memilih calon pemimpin yang dinilai memiliki atau lebih memiliki integritas dan kapabilitas? Ataukah, sebaiknya mereka dilepas dan dibiarkan mengikuti kehendak masing-masing?
Jawabannya, tergantung situasi dan kondisi, terutama kondisi para kandidat. Arahan dan fatwa politik kiai itu menjadi perlu, bahkan wajib bila masyarakat dihadapkan pada pilihan antara pemimpin yang baik dan yang buruk menurut pandangan para tokoh yang berkompeten. Dalam konteks yang lain, arahan politik dari para kiai bisa tidak diperlukan misalnya bila pilihan-pilihan yang ada masih dalam kategori syubuhat (remang-remang), tidak jelas halal-haramnya atau baik-buruknya, kerena persoalan yang masih syubuhat pada umumnya menjadi ajang terwujudnya khilâf (perbedaan) di antara para tokoh sendiri yang sangat potensial bagi terjadinya benturan dan disharmoni. Faktor syubuhat inilah yang menyebabkan terjadinya ketegangan di antara para kiai seperti tampak dalam beberapa kali Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Walau tak bisa ditutupi pula, ketegangan politik di antara para kiai kerap bukan karena dilatari perbedaan ijtihad politik, melainkan karena motif duniawi lainnya. Ini yang memprihatinkan.
Dengan demikian, maka ketika arahan politik itu diperlukan, kejujuran dan keikhlasan merupakan modal utama bagi tokoh-tokoh agama dan para kiai di dalam memberikan fatwa politik. Dan, kita sangat ber-husnu al-zhan (berbaik sangka) bahkan yakin bahwa tak sedikit dari para kiai yang memiliki modal itu. Ini terbukti dengan banyaknya kiai yang lebih suka mendukung calon pemimpin hanya karena diyakini memiliki integritas dan kapabilitas dari calon lain yang diyakini akan memberikan keuntungan duniawi yang melimpah.
Oleh karena itu, fatwa politik (sebagian) kiai didasarkan pada pertimbangan etik-moral dan bukan pada kekuasaan. Mereka ingin mengarahkan dukungan kepada kandidat yang paling memenuhi kualifikasi dan standar, seperti yang mereka yakini. Namun, dukungan para kiai ini sekalilagi kerap kandas ketika berhadapan dengan politik uang. Fatwa kiai ini tak lagi didengar karena sebagian masyarakat terutama yang miskin lebih mendahulukan dan memilih kandidat yang memberi bantuan finansial, sembako, dan lain-lain.
Ke depan, saya kira itu membahayakan. Sebab, hanya orang-orang yang berkantong tebal yang akan menjadi pemimpin. Sementara mereka yang memiliki sumber dana terbatas tapi mempunyai kualifikasi pemimpin tak akan punya peluang untuk memimpin, baik di pusat maupun di daerah. Kiai sebagai tokoh agama bertugas untuk mengembalikan arah politik dari politik kekuasaan yang bersandar pada uang dan kapital semata-mata kepada politik kekuasaan yang bertunjang pada etika, moral, dan integritas. Publik secara umum perlu disadarkan bahwa pemimpin yang kuat, jujur, dan kapabel lebih didahulukan daripada pemimpin yang tidak jujur, berintegritas rendah dan melakukan politing uang.
Pengasuh Ma`had Aly Asembagus Situbondo, Jawa Timur
Langganan:
Postingan (Atom)