Jumat, 23 Oktober 2009

POLITIK,PEMILIHAN LANGSUNG DAN PERAN

Oleh KH Afifuddin Muhajir *

Salah satu ciri khas agama Islam yang sangat menonjol adalah keterpaduannya antara ketegasan dan kelenturan yang tersebar dalam petunjuk-petunjuknya. Pada umumnya ketegasan terdapat dalam hal-hal yang menjadi tujuan (ghayat), sedangkan kelenturan menyangkut cara atau sarana mencapai tujuan (wasilah). Masalah kepemimpinan termasuk kepemimpinan politik bisa dikemukakan sebagai contoh konkrit bagi ciri khas Islam tersebut.

Dalam hal ini sekurangnya ada tiga ranah, yaitu tujuan pokok, tujuan perantara dan cara mencapai tujuan. Tegaknya keadilan, terwujudnya kesejahteraan, dan ketenteraman merupakan tujuan pokok adanya kepemimpinan. Sedangkan tegaknya kepemimpinan yang berkeadilan adalah tujuan antara yang bisa mengantarkan kepada tujuan pokok di atas. Sementara mekanisme pengangkatan pemimpin adalah cara mencapai tujuan. Dalam ranah yang terakhir inilah Islam memberi ruang gerak dan keleluasaan bagi umatnya untuk berijtihad dan memilih cara yang sesuai dengan perkembangan kehidupan.

Dalam banyak literatur fiqh siyasah (fiqh politik), dikemukakan beberapa cara pengangkatan pemimpin yang pernah terjadi dalam sejarah kepemimpinan Islam. Salah satunya adalah melalui mekanisme ikhtiyar (pemilihan), namun hak memilih hanya dimiliki oleh ahlu al-halli wa al-`aqdi (tokoh-tokoh masyarakat) yang memenuhi beberapa syarat penting, yaitu memiliki pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang kandidat yang akan dipilih; memiliki sifat `adalah (keadilan) dan memiliki kebijakan yang bisa mengantarkan kepada terpilihnya pemimpin yang ideal.

Hal ini berbeda dengan pemilihan dalam sistem demokrasi langsung yang memberikan hak pilih kepada setiap warga negara yang telah cukup umur. Di sini tidak ada perbedaan antara yang alim dengan yang awam, antara kiai dengan santri, antara pejabat puncak dengan pengayuh becak, antara suara seorang profesor dengan suara tukang cukur, dan seterusnya.

Pada dasarnya, sistem pemilihan langsung itu baik, bahkan ideal, karena memberi kesempatan kepada setiap orang untuk memilih pemimpin yang disukai dan dicintai. Dalam hadits riwayat Muslim dijelaskan bahwa sebaik-baik pemimpin adalah pempimpin yang mencintai rakyat dan dicintai rakyat, dan sejelek-jelek pemimpin adalah pemimpin yang membenci rakyat dan dibenci oleh rakyat. Akan tetapi di Indonesia, sistem pemilihan langsung, baik Pilkada, Pilpres, maupun Pileg, banyak menghadapi kendala.

Kendala utama pemilihan langsung dalam konteks keindonesiaan adalah keawaman, kebutahurufan, dan kemiskinan sebagian masyarakat. Tampaknya masyarakat Indonesia sebagian besar buta politik dan tidak mengetahui syarat-syarat yang harus dimiliki pemimpin, sedangkan yang memiliki pengetahuan seringkali tidak menjatuhkan pilihan sesuai hati nuraninya. Faktor kemiskinan dari para pemilih menyebabkan suara mereka mudah dibeli dengan harga yang sangat murah. Oleh karena itu, demokrasi harus dibangun beriringan dengan peningkatan pendidikan dan pembangunan ekonomi masyarakat.

Selama kondisi kita masih seperti sekarang ini, ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab, perlukah taujihat (arahan) dari tokoh masyarakat, terutama tokoh agama dan para kiai sebagai pengawal moral untuk anggota masyarakat yang dianggap awam, dengan tujuan agar mereka memilih calon pemimpin yang dinilai memiliki atau lebih memiliki integritas dan kapabilitas? Ataukah, sebaiknya mereka dilepas dan dibiarkan mengikuti kehendak masing-masing?

Jawabannya, tergantung situasi dan kondisi, terutama kondisi para kandidat. Arahan dan fatwa politik kiai itu menjadi perlu, bahkan wajib bila masyarakat dihadapkan pada pilihan antara pemimpin yang baik dan yang buruk menurut pandangan para tokoh yang berkompeten. Dalam konteks yang lain, arahan politik dari para kiai bisa tidak diperlukan misalnya bila pilihan-pilihan yang ada masih dalam kategori syubuhat (remang-remang), tidak jelas halal-haramnya atau baik-buruknya, kerena persoalan yang masih syubuhat pada umumnya menjadi ajang terwujudnya khilâf (perbedaan) di antara para tokoh sendiri yang sangat potensial bagi terjadinya benturan dan disharmoni. Faktor syubuhat inilah yang menyebabkan terjadinya ketegangan di antara para kiai seperti tampak dalam beberapa kali Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Walau tak bisa ditutupi pula, ketegangan politik di antara para kiai kerap bukan karena dilatari perbedaan ijtihad politik, melainkan karena motif duniawi lainnya. Ini yang memprihatinkan.

Dengan demikian, maka ketika arahan politik itu diperlukan, kejujuran dan keikhlasan merupakan modal utama bagi tokoh-tokoh agama dan para kiai di dalam memberikan fatwa politik. Dan, kita sangat ber-husnu al-zhan (berbaik sangka) bahkan yakin bahwa tak sedikit dari para kiai yang memiliki modal itu. Ini terbukti dengan banyaknya kiai yang lebih suka mendukung calon pemimpin hanya karena diyakini memiliki integritas dan kapabilitas dari calon lain yang diyakini akan memberikan keuntungan duniawi yang melimpah.

Oleh karena itu, fatwa politik (sebagian) kiai didasarkan pada pertimbangan etik-moral dan bukan pada kekuasaan. Mereka ingin mengarahkan dukungan kepada kandidat yang paling memenuhi kualifikasi dan standar, seperti yang mereka yakini. Namun, dukungan para kiai ini sekalilagi kerap kandas ketika berhadapan dengan politik uang. Fatwa kiai ini tak lagi didengar karena sebagian masyarakat terutama yang miskin lebih mendahulukan dan memilih kandidat yang memberi bantuan finansial, sembako, dan lain-lain.

Ke depan, saya kira itu membahayakan. Sebab, hanya orang-orang yang berkantong tebal yang akan menjadi pemimpin. Sementara mereka yang memiliki sumber dana terbatas tapi mempunyai kualifikasi pemimpin tak akan punya peluang untuk memimpin, baik di pusat maupun di daerah. Kiai sebagai tokoh agama bertugas untuk mengembalikan arah politik dari politik kekuasaan yang bersandar pada uang dan kapital semata-mata kepada politik kekuasaan yang bertunjang pada etika, moral, dan integritas. Publik secara umum perlu disadarkan bahwa pemimpin yang kuat, jujur, dan kapabel lebih didahulukan daripada pemimpin yang tidak jujur, berintegritas rendah dan melakukan politing uang.

Pengasuh Ma`had Aly Asembagus Situbondo, Jawa Timur

Kamis, 22 Oktober 2009

PENYESALAN SEORANG TERORIS

Aku besar di lingkungan yang tidak mengakui keberadaanku. Tatkala teman-teman bermain bola bersuka ria, aku hanya duduk menonton di pinggir lapangan. Tubuhku yang kecil serta pembawaanku yang pendiam dan pemurung membuat teman-teman tak mengindahkan kehadiranku. Padahal, tahukah mereka bahwa Ibuku tiada sempat mendidik dan memperhatikanku di rumah, karena keseharian membanting tulang bekerja menyambung hidup, semenjak Ayah yang tak kukenal siapa gerangan meninggalkan kami untuk wanita lain pada saat aku masih bayi.

Masa kecil sampai remaja kulalui tanpa ada pengakuan cukup atas keberadaanku, baik di rumah maupun di antara teman-teman.

Sampai suatu hari, seseorang bermata tajam datang menghampiriku. Lalu ia bertanya lugas kepadaku,"Maukah engkau memberi arti bagi hidupmu? Mari, ikuti jalanku!!". Saat itu aku berusia 17 tahun, dikucilkan oleh lingkunganku. Tanpa ragu, kusambut ajakan dan uluran tangannya. Kuikuti jalannya.

Ternyata ada beberapa pemuda lain di kediamannya. Beberapa kali seminggu aku diharuskan datang ke tempatnya. Ia mengharuskanku dan yang lainnya memakai baju-baju kebesaran serta memelihara atribut-atribut tertentu di tubuhku. Ia dogmatir diri kami, bahwa ajaran kami adalah yang paling benar, bahwa dunia dan segala isinya sudah dalam penyimpangan serta harus dimurnikan kembali. Rasa kebersamaan karena tidak mendapat pengakuan dari dunia luar, membuat kami terdogma bahwa kamilah yang paling benar, dan dunia selain kami memang telah tersesat. Atribut-atribut yang kami pakai dan pelihara, membuat kami merasa sebagai sepasukan kecil yang akan berjihad menyelamatkan dunia dari keangkaramurkaan. Kamilah pahlawan penyelamat bumi! Pasukan Tuhan di dunia ini!! Demi Tuhan, kami akan korbankan nyawa dengan keyakinan ganjaran surga!!!

Suatu hari, ia memanggil diriku. Ia katakan bahwa telah tiba waktunya aku berperan serta menyelamatkan dunia. "Kau bawalah peledak ini, pergilah ke suatu tempat dimana budak-budak Iblis banyak bersemayam. Tumpaslah mereka dengan pengorbanan cucuran darahmu! Semoga surga menjadi ganjaranmu!", ia bersabda sambil menatap tajam ke mataku.

Esok paginya, aku pergi membawa peledak. Mati di jalan Tuhan dan janji surga menggelorakan jiwa dan raga, walau dengan pengorbanan nyawa.. karena aku salah satu pasukan Tuhan penyelamat dunia.

Buuuuuuuumm!!! Duaaarrr!! Ahhhh!!! Sakiiitttt!! Tolongggg!!!
Suara berdentum menggelegar terdengar diikuti teriak kesakitan dan minta tolong. Aku melihat potongan tangan dan kakiku bercampur baur dengan potongan-potongan tubuh dan ceceran darah budak-budak Iblis di tempat itu, yang tercerai berai dan luluh lantak karena peledak yang kuranselkan di punggung.

Lalu semua gelap..aku akan masuk surga...

Tiba-tiba aku merasa panas dan kesakitan tiada tara di sekujur tubuhku. Kala kubuka mata, kulihat api meliputi diriku, dengan paku di sekujur tubuh, yang menyalib diri di atas kayu tegak. "Ini bukan surga!! Ini adalah neraka dalam penggambaran di ajaran yang aku terima!! Mengapaa?? Panaaass.. Sakiiitt.. Ampuun Tuhan-Ku!! Apa salahku? Aku adalah pasukan-Mu di muka bumi.. mengapa Engkau murkai aku???".

Lalu terdengar suara menggelegar,"Hai, keturunan Adam yang tersesat...mari kuperlihatkan padamu hasil perbuatan yang engkau telah akibatkan pada alam dunia!!"

Orang-orang masih berkerumun di tempat yang kuledakkan. Kulihat seorang Ibu muda bersama 2 anak kecil laki-laki dan perempuan menangisi jasad cerai berai seseorang berbaju SATPAM. Ia menjerit pilu,"Pak.. bapak.. mengapa kau tinggalkan kami? Bagaimana kami bisa melanjutkan kehidupan ini?? Siapa yang akan menafkahi kami??" Lalu kulihat masa depan mereka, di mana ibu muda tadi mati gantung diri karena derita hidup. Si anak laki-laki masuk penjara di usia 20 tahun karena melakukan perampokan dan pembunuhan. Sedangkan si anak perempuan kulihat sedang duduk termenung di sebuah komplek pelacuran, menyesali nasib mengapa ditinggal ayah tumpuan keluarga ketika kecil, sehingga ia harus menjadi pelacur untuk menyambung hidup.

Kemudian kulihat sebuah pesawat membawa pergi jasad seorang budak Iblis berambut pirang ke negara asalnya. Sesampainya di sana, seluruh sanak keluarga menangisi kepergiannya yang begitu tragis. Tak lama kemudian datang seorang pemuka agama mereka bersama anak-anak kecil. Sebelum pemakaman, pemuka agama itu membacakan obituary,"...dengan kepergian bapak, dunia kehilangan seseorang yang sangat bertanggungjawab kepada keluarga dan lingkungan.. seseorang yang amat dermawan, dengan puluhan anak yatim piatu yang dipeliharanya selama ini..". Benarkah orang berambut pirang itu adalah budak Iblis??. Lalu kulihat di masa depan puluhan anak yatim piatu tersebut harus kehilangan mimpinya menjadi seorang terpelajar. Banyak dari mereka akhirnya menjadi gembel yang mengharap belas kasihan orang lain.

Lalu kulihat ibu berhenti bekerja dan sedang sekarat karena sakit. Apa hubungannya dengaku?? Rupanya ledakan itu berdampak luas. Investor asing beramai-ramai menarik uangnya dari negaraku. Ibuku ternyata bekerja di salah satu pemasok pada tempat yang aku ledakkan, yang telah menarik investasinya dan menutup tempat itu. Pemasok tempat ibu bekerja pun tutup, karena tempat itu pasar satu-satunya, dan otomatis ibu kehilangan pekerjaannya. Kini ibu tidak punya uang dan meranggas sekarat tanpa bisa berbuat apapun.

"Apa yang kau lihat, Hai keturunan Adam?? Apa kau telah sadari hasil perbuatanmu??", Suara Itu kembali menggelegar.

Aku hanya tergugu, lalu menangis pilu.. "Bakarlah..bakarlah raga ini, wahai Suara Yang Tersembunyi. Biar ia menjadi sangit cermin nista diri"

Ternyata apa-apa yang kuanggap benar selama ini mengakibatkan hasil seperti itu. Merasa diri yang paling benar dan berbangga atas hal tersebut adalah justru suatu keangkaramurkaan. Dan keangkaramurkaanku telah menimbulkan penderitaan dan keangkaramurkaan yang tak pernah terpikirkan oleku. Sungguh aku ikhlas menjalani pemurnian di tempat yang kukenal bernama neraka.

Tak lama kemudian, aku melihat ia yang mengajakku tersalib diselimuti api di sampingku. Mata nyalangnya kini guram dan sayu..kemudian tergugu menangis pilu. Kini kami sama rata dan sama rasa di tempat pemurnian ini.

Satu yang telah kami sadari.. suatu perbuatan yang dilandasi karena merasa paling benar, hanya akan menimbulkan penderitaan dan keangkaramurkaan di muka bumi. Menyesal, kami terlambat menyadarinya...

Rabu, 21 Oktober 2009

Pemimpin : Pengambil Keputusan Yang Tepat
Kamis, 22 Oktober 2009 14:59
Salah satu tugas pemimpin sehari-hari adalah mengambil keputusan. Dalam melaksanakan tugas itu, tidak jarang, pemimpin dihadapkan pada berbagai alternative yang ada. Pemimpin harus mengambilnya di antara berbagai alternative itu yang dipandang paling tepat. Keputusan yang tepat bisa jadi berbeda dengan yang benar. Hal yang harus dipahami bahwa yang benar belum tentu tepat, dan sebaliknya yang tepat belum tentu dianggap benar oleh kebanyakan orang.

Pekerjaan memilih, bukanlah selalu mudah. Tatkala harus memilih dua alternative antara yang jelek dan yang baik, yang benar atau yang salah, yang hitam atau yang putih, tentu adalah mudah dilakukan. Akan tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari, alternative itu tidak selalu tampak semudah itu. Pilihan-pilihan itu kadang sedemikian samar, serupa, atau mirip. Selain itu, pilihan bisa jadi memiliki resiko yang beraneka ragam, atau sama-sama membawa resiko, dan akan mudah diambil jika keduanya sama-sama menguntungkan. Gambaran seperti itu menjadikan tugas pemimpin tatkala mengambil keputusan tidak selalu mudah dilakukan.

Seringkali keputusan pemimpin dipandang oleh orang lain sebagai sesuatu yang salah atau kurang tepat. Jika demikian, maka kemudian muncullah kritik dan bahkan juga kecaman-kecaman. Pemimpin harus berani menghadapi berbagai resiko itu semua. Tatkala keputusan sudah diambil, maka pemimpin harus bisa mempertanggung-jawabkannya. Tidak seyogyanya, pemimpin selalu mengubah-ubah keputusan. Sebab bagaimanapun keputusan itu selalu bisa dilihat dari berbagai perspektif. Pemimpin harus mampu melihat sesuatu dari berbagai perspektif, dan tidak sebagaimana banyak orang pada umumnya hanya melihat dari satu perspetif, atau bahkan dari dirinya sendiri.

Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin bisa diuji kebenarannya kadangkala setelah melewati waktu yang lama. Benar atau tidak keputusan itu, bukan saja diuji dari sebuah perdebatan, melainkan dari kenyataan-kenyataan setelah keputusan itu dijalankan. Perbedaan cara pandang antara pemimpin dengan para pengamat dan bahkan juga para teoritikus di bidangnya adalah sesuatu yang lazim. Hanya hal yang perlu dipahami bahwa, tatkala seseorang telah mengalami mobilitas vertical hingga diangkat menjadi pemimpin, sudah barang tentu telah memiliki kelebihan-kelebihannya. Atas dasar kelebihan inilah kemudian dalam melihat sesuatu, maka hasilnya bisa berbeda atau membuahkan cara pandang yang berbeda itu. Karena itu jika terdapat perbedaan konsep atau pandangan antara pemimpin dan pihak-pihak lain harus dianggap sebagai kewajaran.

Selain itu, keputusan yang diambil oleh pemimpin tidak sebatas harus benar, tetapi lebih dari itu harus tepat. Mungkin keputusan itu dianggap salah oleh sementara orang, tetapi ternyata justru tepat jika dilihat dari kondisi dan situasi, serta setelah sekian lama proses berjalan di lapangan. Ketepatan keputusan itu, tentu saja jika diukur dari hasil yang ingin diraih. Satu contoh kecil, saya selaku pemimpin universitas, seringkali mengambil keputusan yang dianggap keliru oleh sementara orang, setidaknya dipandang belum waktunya. Tetapi ternyata, setelah sekian lama baru mendapatkan pengakuan bahwa keputusan itu justru dianggap tepat.

Sekedar sebagai contoh, saya pernah mengusulkan agar STAIN Malang ditunjuk menjadi pelaksana MoU antara Departemen Agama RI dengan Menteri Pendidikan Tinggi dan Riset Sudan, agar sekolah tingi ini diubah statusnya menjadi universitas. Saya ketika itu sadar betul, bahwa maksud saya mengajukan kesediaan itu hanyalah sebagai jembatan agar STAIN Malang suatru ketika berubah bentuk menjadi universitas. Keputusan yang saya ambil tersebut, yang sebelumnya dianggap oleh banyak pihak sebagai keputusan keliru, setelah sekian lama ternyata justru dianggap tepat. Saya selalu pada pendirian bahwa tidak semua orang memahami dan memiliki sensitifitas terhadap sesuatu secara mendalam. Apalagi orang-orang tersebut sebenarnya, adalah tidak lebih dari sebagai pengamat atau penonton belaka.

Selanjutnya, apa yang saya putuskan itu, setelah berjalan beberapa tahun kemudian, STAIN Malang, -------sekalipun harus melewati status sebagai Universitas Islam Indonesia Sudan, ternyata berhasil berubah menjadi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Padahal sebelumnya, tidak sedikit orang berkomentar negative, mengkritik, dan bahkan mencemooh, bahwa usaha itu akan sia-sia. Namun pada kenyataannya, usaha melakukan perubahan itu ternyata berhasil. Itulah yang saya maksud, pemimpin harus berani mengambil keputusan yang tepat, sekalipun banyak pihak, semula mengatakan salah. Banyak contoh lain selama ini yang saya alami serupa itu, yang memberikan gambaran bahwa betapa pentingnya pemimpin di level apapun harus berani mengambil keputusan yang tepat, sekalipun beresiko, dipandang salah oleh banyak orang. Wallahu a’lam.

MEMILIH PEMIMPIN


Tugas memilih kadangkala tidak mudah dilakukan, termasuk juga memilih calon pemimpin. Kesulitan itu bertambah lagi, jika pilihan-pilihan itu hampir sama. Memilih beberapa alternative yang berbeda tidak terlalu sulit, tetapi sebaliknya memilih sesuatu yang mirip, banyak orang mengalami kesulitan. Memilih antara hitam dan putih, jika memang yang dicari adalah wara hitam, maka segeralah warna hitam itu diambil. Akan tetapi jika yang akan dipilih itu adalah satu di antara beberapa jenis warna serupa, maka sekalipun sekedar memilih akan mengalami kesulitan.

Pada hari Rabu tanggal 8 Juli 2009 bangsa Indonesia memiliki tiga pilihan calon pemimpin yang harus dipilih salah satu. Ketiga calon itu adalah pasangan Ibu Mega-Prabowo, SBY-Budiono, JK-Wiranto. Semuanya sudah tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Mereka bisa disebut sebagai orang lama, yang telah banyak berbuat dan berjasa bagi bangsa ini. Ibu Mega pernah menjabat sebagai wakil presiden dan juga presiden, Pak Prabowo pernah berkarya di tentara, Pak SBY adalah presiden yang saat ini masih menjabat dan sebelumnya beberapa kali duduk di cabinet. Demikian Pak Budiono pernah menduduki jabatan kabinet dan sebelum ini menjadi direktur BI. Pak JK beberapa kali menjadi anggota kabinet, seorang pengusaha sukses, dan saat ini beliau menjabat sebagai wakil presiden. Terakhir Pak Wiranto, pernah menduduki posisi-posisi strategis di negeri ini.

Semua calon presiden dan wakil presiden tersebut tidak pernah merugikan, apalagi berbuat cacat terhadap bangsa ini. Pengetahuan, pengalaman, komitmen dan integritasnya terhadap bangsa tidak ada sedikitpun yang diragukan. Hal itu juga tampak dan dapat dirasakan pada sepanjang masa kampanye. Biasanya dalam masa kampanye, jika seseorang kandidat memiliki kekuarangan, maka kelemahan itu akan diungkap secara terbuka untuk menjatuhkannya. Tetapi hal itu tidak terdengar, sehingga artinya para kandidat tersebut memang telah teruji di hadapan public. Itulah sebabnya, ketiga pasangan tersebut sesungguhnya memiliki track record yang sama. Kemiripan seperti inilah yang kemudian justru menjadi sulit memilihnya, kecuali bagi mereka yang memiliki kedekatan dengan masing-masing kandidat pemimpin tersebut.

Atas kenyataan adanya kesamaan dari masing-masing calon pasangan tersebut, bangsa ini telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Di masa kampanye, masing-masing kandidat mampu menunjukkan jiwa besarnya tatkala sama-sama bersaing. Sekalipun dilakukan debat public oleh KPU di televisi yang disaksikan oleh seluruh rakyat, ketiganya menunjukkan dengan jelas kharakter sebagai pemimpin bangsa. Kata debat menggambarkan adanya saling beradu konsep, argumentasi dan bahkan menjatuhkan. Tetapi, dalam forum debat itu -------karena masing-masing saling mengenal dengan baik, maka apa yang dibayangkan oleh pemirsanya, akan berjalan sengit, ternyata biasa-biasa saja. Dalam debat itu tidak tampak permusuhan atau setidak-tidaknya saling menjatuhkan. Suasana saling menghormati dan menghargai di antara para calon pemimpin bangsa ini tampak dengan jelas. Saya kira siapapun akan menilai bahwa penampilan itu adalah merupakan pelajaran yang sangat mulia yang telah diberikan oleh pasangan calon pemimpin bangsa ini. Penampilan itu perlu mendapatkan apreasi yang tinggi, karena bangsa ini memang sedang memerlukan sifat-sifat mulia seperti itu.

Gambaran indah tatkala kampanye yang ditampakkan oleh para calon pasangan pemimpin bangsa ini, justru dianggap tidak menarik oleh sementara orang. Mereka mengatakan bahwa debat Capres dan Cawapres monoton, tidak ada perbedaan, mereka saling menjelaskan dan menguatkan pandangan satu sama lain sehingga tidak menarik dilihat. Semestinya memang sebagaimana sebuah perdebatan adalah seru, beradu konsep dengan argumentasinya masing-masing. Tetapi yang tampak agak aneh, seperti ujian lesan dan terbuka dari seorang guru besar terhadap calon presiden. Jika terjadi saling serang hanya sebatas pemanis.
Tatakrama debat yang disusun oleh KPU barangkali tujuannya baik. Agar melalui debat itu tidak akan ada yang menyerang hingga menjadikan salah satu calon yang diserang tersinggung. Jika itu terjadi maka proses menuju demokrasi, terganggu, kegiatan serupa pada masa depan tidak dilakukan. Tapi dengan cara itu memang menjadi tidak terlalu menarik. Biasanya selesai acara debat, orang berkomentar, sudah lebih baik dari yang lalu. Selama ini belum ada yang berkomentar bahwa debatnya amat baik.

Terlepas dari itu semua, memang perdebatan di antara pihak-pihak yang memiliki kesamaan, di mana pun dan kapan pun tidak akan menarik. Sehingga debat yang tampak kurang menarik seperti yang pernah kita saksikan itu, bukan semata-mata akibat scenario yang disusun oleh pihak KPU, tetapi memang sebenarnya secara jujur harus diakui bahwa berdebat di antara keluarga, teman, kolega sendiri yang setara dan bahkan serupa akan luar biasa sulitnya. Jika para pengamat ingin menonton debat yang menarik, maka harus menghadirkan para pedebat dari orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. Namun, apapun proses kampanye termasuk acara depat cawapres dan capres sudah merupakan kemajuan yang luar biasa dalam rangka menumbuhkan suasana demokrasi di negeri ini.

Pertanyaan yang harus dijawab kemudian adalah bagaimana memilih calon pemimpin yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang serupa itu. Maka jawabnya tidak terlalu sulit diberikan. Kita tatkala akan memilih apapun, sebenarnya memiliki instrument, termasuk memilih calon pemimpin. Jika menghadapi keadaan sulit seperti ini, dua instrument itu harus digunakan secara berbarengan. Kedua instrument itu adalah rasio dan rasa. Tatkala menggunakan instrument pertama, yakni rasio maka kita telah dibantu, yakni melalui berbagai informasi yang disampaikan saat kampanye. Hanya saja, informasi itu belum cukup karena masing-masing memberikan janji, keterangan yang semuanya. Dan bahkan, sampai jikrak-jingkrak yang ditampilkan di televisi pun juga mirip. Sehingga, memilih pemimpin kiranya naïf jika hanya mendasarkan pada keindahan jingkrak-jingkraknya itu.

Oleh karena itu masih ada lagi instrument yang kedua, yaitu rasa. Jika rasio lebih mendasarkan pada kekuatan otak atau pikiran, maka masih bisa memilih dengan pertimbangan rasa yang bersumber dari hati. Rasio biasanya bersifat obyektif. Tetapi jika data atau informasi yang dimiliki terbatas, maka keputusan itu bisa juga salah. Rasio biasanya terpengaruh oleh kepentingan, jumlah informasi, dan pandangan yang mendahuluinya. Sedangkan instrument yang kedua, yakni hati, biasanya lebih jernih, asli dan senyatanya. Hanya saja bisikan hati itu, seringkali terlalu halus, sehingga kurang bisa dirasakan, lebih-lebih tatkala rasa sudah dikalahkan oleh rasio yang mengambil keputusan sebelumnya.

Hati atau rasa biasanya memang tidak mengikuti pertimbangan-pertimbangan rasional, apalagi untung rugi yang bersifat material. Hati biasanya lebih mementingkan kedamaian, kesejukan, kebersamaan, dan sifat-sifat kemanusiaan yang tinggi lainnya. Setiap orang memiliki panggilan hati masing-masing. Mereka yang lagi gelisah, tidak tenteram, sedih, apalagi marah, -----semuanya itu pertanda sedang sakit, maka akan menjatuhkan pada pilihan yang bisa memuaskan emosinya itu. Sebaliknya, bagi yang menghendaki ketentraman dan kedamaian, maka akan memilih pemimpin yang dipandang bisa mengayomi dan mengajak pada jalan Tuhan yang teduh, benar, dan lurus. Sedangkan bagaimana mendapatkan petunjuk, tatkala menghadapi keadaan yang sulit seperti itu, maka Islam menganjurkan agar mengambil air wudhu, menuju tempat sholat,, dan mengenakan pakaian yang suci, kemudian menghadap kepada Dzat Yang Maha Suci, ialah sholat istiqoroh. Wallahu ‘alam. moh. Safrudin aktivis Dialog Kaum Muda Nahdlatul Ulama (NU) Sultra, peneliti Sangia Institute Email. Moh.safrudin@yahoo.com

Selasa, 20 Oktober 2009

PEMIMIPIN PEMERSATU BANGSA

PEMIMPIN PEMERSATU BANGSA

OLEH: MOH. SAFRUDIN




Cetak


Jika pemimpin itu diumpamakan sebagai seorang nahkoda kapal, maka ia dituntut kemampuan untuk mengarahkan kapal dan sekaligus menyatukan seluruh anak buahnya. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika seorang nahkoda kapal kehilangan arah, tidak tahu kemana kapalnya akan diarahkan. Maka yang terjadi, adalah kapal akan terombang-ambing tanpa arah. Kapal akan bergerak, tetapi gerakannya tidak jelas, bahkan bisa jadi semula dikiranya sudah pergi jauh, ternyata justru kembali ke tempat semula.

Begitu pula bagi seorang pemimpin, harus mengetahui posisi dan sekaligus tahu akan digerakkan kemana masyarakat yang sedang dipimpinnya. Mendapatkan orang yang memiliki kemampuan seperti itu ternyata juga tidak mudah . Banyak pemimpin di berbagai level ternyata tidak tahu apa yang sesungguhnya dimaui terhadap lembaga atau masyarakat yang dipimpinnya. Untuk menghindari akan terjadinya kenyataan seperti itu, maka calon pemimpin pada akhir-akhir ini, sebelum dipilih oleh mereka yang berhak memilih, diminta untuk menyampaikan visi, misi dan program kerjanya.

Melalui penyampaian visi dan misi serta program kerja itu, maka para calon pemimpin akan diketahui telah memiliki arah yang jelas kemana kepemimpinannya akan dibawa dan diarahkan. Hanya saja sayangnya, kebanyakan penyampaian visi dan misi, serta program kerja itu dilaksanakan baru sebatas untuk memenuhi syarat dan rukunnya belaka. Sebab ternyata, para pemilih dalam menentukan pilihannya tidak selalu mendasarkan pada visi dan misi yang disampaikan oleh masing-masing calon, melainkan berdasar dari hasil loby-loby dan bahkan transaksi-transaksi yang dilakukan sebelumnya.

Keadaaan seperti itulah yang kemudian berakibat, bahwa mendapatkan pemimpin yang benar-benar capable dan memiliki trust yang tinggi, pada tataran implementasinya sulit dilakukan. Suasana buruk dalam proses rekruitmen kepemimpinan itu menjadikan pemenangnya adalah orang-orang yang memiliki dukungan politik, hubungan-hubungan cultural, dan bahkan tanpa malu-malu dikatakan, adalah orang yang sebatas hanya bermodalkan dana besar. Oleh karena itu tidak aneh jika sementara orang mengatakan bahwa modal mendapatkan kekuasaan selama ini bukan kecerdasan, kejujuran, kearifan dan sifat-sifat terpuji lainnya, melainkan hanya uang. Siapapun yang memiliki uang, maka mereka itulah yang akan berkuasa.

Posisi pemimpin yang sedemikian penting dan strategis, ternyata hanya dijadikan sebagai lahan permainan untuk mendapatkan hal-hal remeh, yaitu yang terkait dengan kebendaan belaka. Akibatnya, pemimpin yang terpilih bisa jadi orang yang sesungguhnya tidak memiliki kapabilitas yang cukup. Sebagai resikonya, terjadi kekecewaan yang akan dirasakan oleh rakyat yang dipimpinnya. Inilah problem pelaksanaan demokrasi selama ini. Teori yang baik, tidak selalu dapat diimplementasikan secara baik dan memuaskan oleh semua pihak.

Jalan keluar yang harus dilalui dari belenggu ini, tidak ada lain kecuali memberdayakan masyarakat. Jika masyarakat sudah berdaya, dalam arti bisa diajak berpikir rasional, obyektif, berani dan terbuka, maka cara-cara tersebut secara bertahap bisa dikurangi. Memberdayakan masyarakat tidak ada pintu, kecuali melalui pendidikan yang berkualitas. Sedangkan pendidikan berkualitas selain berbiaya mahal juga tidak bisa diraih dalam waktu yang singkat. Inilah hambatan-hambatan yang selalu ada dan terjadi di mana-mana dalam mendapatkan kepemimpinan yang ideal, yakni di antaranya mampu memberikan arah kepada masyarakat yang dipimpinnya.

Selain itu tugas pemimpin yang juga cukup berat adalah menyatukan seluruh elemen yang dipimpinnya. Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin adalah manakala berhasil menyatukan semua dari mereka yang dipimpinnya itu. Rasulullah dalam membangun masyarakat Madinah hingga berhasil gemilang, yang pertama kali dilakukan adalah menyatukan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Bahkan juga Presiden Soeharto mampu bertahan memimpin bangsa ini hingga lebih dari 30 tahun, di antaranya karena berhasil menyatukan berbagai partai politik. Ia melakukan restrukturisasi partai politik dari multi partai menjadi tiga partai politik, yaitu Golkar, PPP dan PDI.

Informasi sementara, dari 34 anggota kabinet Presiden SBY yang sebentar lagi akan dilantik, kabarnya ada sekitar 20 orang berasal dari berbagai partai politik yang berkoalisi. Mudah-mudahan ini dimaksudkan sebagai strategi untuk menyatukan berbagai kepentingan agar pemerintahan yang dipimpinnya berjalan stabil. Strategi ini oleh sementara orang dengan berbagai macam argumentasi dikatakan kurang positif, tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain, yakni dimaksudkan untuk menyatukan itu, maka justru sebaliknya. Pilihan itu memang harus diambil. Wallahu a’lam.

Ditulis Oleh moh. Safrudin, S.Ag,M.PdI adalah guru MAN 1 kendari Ketua Majelis Alumni IPNU sultra peneliti sangia institute, Dosen STIK Avicenna kendari

TUGAS PEMIMPIN

Cetak

E-mail


Di setiap komunitas selalu ada pemimpinnya. Peran pemimpin beraneka ragam, di antaranya adalah sebagai penggerak, motivator, inspirator, penunjuk arah, menyatukan, pelindung, pengayom, penolong, pembagi kasih sayang, mencukupi serta mensejahterakan, dan seterusnya. Tugas pemimpin, dengan demikian memang banyak dan berat. Semua peran itu akan dipertanggung-jawabkan, baik di hadapan manusia yang dipimpinnya maupun di hadapan Tuhan kelak.

Sebagai penggerak dan motivator, maka pemimpin harus menjadikan semua orang yang dipimpinnya hidup. Jiwa, pikiran, dan semangat dari semua orang yang dipimpin menjadi hidup dan berkembang. Mereka yang sebelumnya berputus asa, tidak percaya diri, dan bahkan juga apaptis terhadap nasip dan masa depannya berubah mewnjadi percaya diri, optimis, memiliki harapan dan percaya bahwa nasip mereka akan bisa berubah menjadi lebih baik.

Untuk menggerakkan bagi semua yang dipimpinnya, seorang pemimpin membutuhkan kemampuan berkomunikasi untuk menyampaikan ide dan atau gagasannya. Pemimpin harus bertabligh kepada seluruh yang dipimpinnya. Berbeda dengan dulu, tugas ini sulit dilakukan, maka pada saat sekarang sangat mudah. Sarana berkomunikasi sudah sedemikian banyak dan canggih. Asalkan memiliki ide dan gagasan dan juga kemauan, pada setiap saat pemimpin bisa berkomunikasi dengan semua yang dipimpinnya.

Selain itu, untuk menggerakkan dan memotivasi orang, pemimpin harus memiliki visi dan misi yang jelas. Visi dan misi itu harus dirumuskan menjadi tema-tema yang jelas, jargon, semboyan, dan bahkan kalau perlu lagu atau nyanyian. Kita ingat, dulu Presiden Ir.Soekarno pintar sekali membuat kata, kalimat, atau semboyan-semboyan, hingga menjadikan jiwa rakyatnya hidup. Kalimat-kalimat yang keluar dari presiden pertama bangsa ini mampu menghidupkan dan juga menggerakkan hati rakyat. Misalnya, ia mengatakan bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa tempe, tidak perlu bantuan PBB. Semboyan yang berbunyi rawe-rawe rantas, malang-malang putung, mampu menghidupkan dan menggerakkan semangat, apalagi terhadap anak-anak muda.

Kita pernah memiliki pemimpin yang mampu menggerakkan jiwa rakyatnya. Dengan cara itu, bangsa ini sekalipun masih miskin tetapi tidak merasa miskin. Sekalipun masih kecil, belum memiliki banyak universitas, sarana dan prasarana kehidupan masih ala kadarnya, tetapi sudah merasa besar dan percaya diri. Sekalipun masih serba berkekurangan tetapi merasa bangga dengan menjadi bangsa Indonesia. Rakyat merasa merdeka dan bangga dengan kemerdekaannya itu.

Mungkin cara itu dipandang kurang tepat, sehingga pemimpin berikutnya mengambil strategi lain, yaitu ingin lebih mensejahterakan dari aspek yang lebih nyata, yaitu dengan membangun ekonominya. Jika pemimpin sebelumnya terasakan lebih menggerakkan jiwanya, maka pemimpin selanjutnya terasa lebih terfokus pada upaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Pada setiap pidato, Ir Soekarno tanpa menggunakan teks, disampaikan dengan berapi-api. Berbeda dengan itu, pemimpin setelahnya, setiap pidato selalu menggunakan teks, dengan membaca apa saja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Terasa benar mendengarkan pidato tanpa teks yang berapi-api tetapi jelas dengan mendengarkan pidato dengan pakai teks.

Ternyata setiap pemimpin memiliki gaya dan caranya masing-masing yang selalu berbeda antara satu dengan lainnya. Mungkin maksud dari semua pemimpin itu sama, yaitu mensejahterakan rakyat, tetapi jalan yang ditempuhnya berbeda-beda. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan untuk menggerakkan dan memotovasi terhadap seluruh yang dipimpinnya. Menggerakkan dan meotovasi orang bisa dilakukan dengan menggunakan kata-kata, kalimat-kalimat, gagasan, ide, dan semboyan-semboyan. Akan tetapi selain itu, menggerakkan orang banyak memang juga bisa dilakukan dengan menggunakan uang, materi, atau peraturan-peraturan. Masing-masing strategi atau cara, tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Menggerakkan orang dengan uang dan juga peraturan, jika kurang tepat atau salah mengatur, akan melahirkan jiwa korup dan munafik. Saya kurang tahu persis, ------perlu diteliti, apakah korupsi yang sedemikian menggila di negeri ini sesungguhnya sebagai akibat saja dari kepemimpinan yang hanya menggunakan pendekatan uang dan peraturan. Jika betul demikian, sayang sekali banyak orang masuk penjara, hanya sebagai akibat dari para pemimpinnya kurang tepat dalam menggunakan strategi besar kepemimpinannya.

Peran pemimpin selanjutnya adalah sebagai sumber inspirasi. Oleh karena itu pemimpin harus cerdas dan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Pemimpin harus kaya ide, mimpi-mimpi, khayalan-khayalan, gambaran ideal ke depan tentang bentuk bangunan masyarakat yang dicita-citakan. Bagi bangsa Indonesia, sesungguhnya cita-cita besar itu sudah dirumuskan oleh para pendiri negara dan bangsa ini. Bangsa Indonesia, menurut rumusan para pendirinya, akan dibangun menjadi bangsa yang ber-Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, berdasarkan UUD 1945. Akan tetapi, konsep dasar itu secara operasional masih perlu dirumuskan dan juga dikembangkan secara terus menerus hingga tergambar jelas bentuk kongkritnya. Pemimpin bangsa harus memiliki khayalan-khayalan, cita-cita, mimpi-mimpi atau gambaran kongkrit tentang bentuk masyarakat yang dipandang ideal itu semua.

Saya seringkali dihadapkan oleh pertanyaan, bagaimana agar seseorang pemimpin menjadi kaya inspirasi, kaya ide, khayalan-khayalan dan cita-cita. Biasanya, saya menjawab seenaknya. Saya selalu mengatakan bahwa kualitas seseorang sesungguhnya hanya tergantung pada dua hal, yaitu siapa pergaulannya dan apa buku bacaannya. Orang yang bergaul secara terbatas maka ide, gagasan dan cita-citanya juga terbatas. Orang desa yang komunikasinya terbatas, berbeda dengan orang yang hidup di perkotaan, apalagi di kota besar dan bergaul secara luas. Orang yang memiliki pergaulan luas biasanya juga akan memiliki ide besar, gagasan besar dan cita-cita besar.

Begitu pula, selain itu, orang yang berkeinginan mampu merumuskan gagasan besar, ide besar dan cita-cita besar harus memiliki bacaan yang berkualitas tinggi. Tidak akan mungkin orang yang bacaannya sederhana, terbatas dan apalagi kualitasnya rendah mampu merumuskan cita-cita besar. Orang yang tidak pernah mau dan mampu membaca, maka tidak akan memiliki khayalan-khayalan atau ide-ide besar. Atas dasar pandangan ini, maka pemimpin harus mampu menempatkan diri pada pergaulan yang tepat dan benar. Seorang pemimpin harus mau dan mampu bergaul dengan sumber-sumber inpirasi itu. Semakin hebat pergaulan dan bacaannya maka seorang pemimpin juga akan menjadi semakin hebat, sehingga bisa menjalankan kepemimpinannya secara hebat pula.

Pertanyaan selanjutnya adalah, lantas siapa sesungguhnya yang seharusnya dipergauli oleh sang pemimpin, apalagi pemimpin bangsa yang besar seperti bangsa Indonesia ini. Jawaban yang saya rasa gampang adalah, pergauli sajalah Dzat Yang Maha Kreatif, Maha Besar, Maha Tahu, Maha Bijaksana dan Penyandang sifat-sifat mulia lainnya. Mempergauli Dzat Yang Maha Pencipta tidak sulit dilakukan, yaitu dengan cara bangun malam untuk qiyamullail, segera bangkit setelah mendengar adzan di waktu subuh, bersama keluarga mendatangi suara adzan itu, selalu mendirikan sholat berjamaáh di setiap waktu sholat dan hal itu dilakukan secara istiqomah. Dengan cara itu maka artinya bahwa sang pemimpin memiliki pergaulan tetap dengan Dzat Yang Maha Tahu, Maha Mulia, Maha Adil, Maha Luas, Maha Tinggi dan segenap sifat-sifatnya yang mulia itu.

Pergaulan dengan Dzat Yang Maha Mulia itu, bagi seorang pemimpin juga harus disempurnakan dengan bacaan yang tepat, yaitu kitab yang pasti benarnya. Sedangkan yang saya maksud dengan kitab yang pasti benarnya itu, adalah kitab yang dikirim langsung oleh Allah swt., secara bertahap, yang diterimakan kepada Rasulnya, Muhammad saw., melalui malaikat Jibril, yaitu kitab al Qurán. Pemimpin harus secara istiqomah membaca kitab suci ini. Boleh saja, dan memang perlu membaca buku-buku dan informasi lainnya, tetapi jangan dilupakan membaca kitab suci ini. Sedangkan jika melengkapinya dengan membaca buku-buku lain, juga sesungguhnya harus diniatkan untuk membaca kitab Allah, yaitu berupa ayat-ayat kanuniyah. Bagi seorang pemimpin selalu dituntut membaca ayat-ayat quliyah dan kauniyah sekaligus. Akhirnya, jika pergaulan dan bahan bacaannya tepat, insya Allah pemimpin yang seharusnya kaya inspirasi, kaya ide, kaya gagasan dan khayalan-khayalan akan terpenuhi.

Pada hari ini insya Allah, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bangsa ini akan dilantik. Kita tentu patut bergembira dan bersyukur atas pelatikan itu. Kita mendoakan agar keduanya selalu mendapatkan pertolongan, perlindungan, rakhmat dan petunjuk dari Allah. Kita juga berdoa semoga keduanya mampu bergaul dengan Dzat Maha Tahu, Maha Pencipta, Maha Benar melalui kegiatan ritual sehari-hari dan juga selalu membaca kitab suci yang dikirim langsung kepada RasulNya, ialah al Qurán. Sehingga, baik pergaulan dan bacaan para pemimpin bangsa ini benar-benar tepat. Wallahu a’lam. (bersambung pada tulisan yang akan datang).

Ditulis Oleh moh. Safrudin, S.Ag,M.PdI adalah guru MAN 1 kendari Ketua Majelis Alumni IPNU sultra peneliti sangia institute, Dosen STIK Avicenna kendari

Jumat, 16 Oktober 2009

MAKNA KEMATIAN DALAM ISLAM




Umat manusia hidup di dunia ini sangat terbatas dan tidak bertahan lama, bila dibandingkan dengan eksistensi alam semesta ini. Rata-rata kehidupan di dunia ini selama 63 tahun, sebagaimana usia Rasulullah Saw. Apabila ada orang yang dianugerahi usia lebih dari itu, maka itu merupakan bonus dari Allah Swt. Setiap manusia mesti mengalami akhir kehidupan itu, yang sering disebut dengan kematian. Hal ini dinyatakan secara tegas di dalam al-Quranul Karim pada S. Ali ‘Imran: 185;

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan baru pada hari kiamatlah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."

Kematian ini merupakan salah satu bahasan ilmu Eskatologi yang termasuk cabang Teologi. Menurut Eliade, Eskatalogi termasuk bagian dari agama dan filsafat yang menguraikan secara runtut semua persoalan dan pengetahuan tentang akhir zaman, seperti kematian, alam barzah, kehidupan surga dan neraka, hukuman bagi yang berdosa, pahala bagi yang berbuat baik, hari bangkit, pengadilan pada hari itu, dan sebagainya. Secara ringkas Barnhart menjelaskan "Eschatology is a doctrina of the last or final things, specially death, judgment, heaven and hell". Eskatologi ialah ajaran tentang akhir segala sesuatu, khususnya kematian, pembalasan, surga, dan neraka.

Kematian itu sesuatu yang mesti terjadi pada seseorang, walaupun ia berusaha menghindari kematian atau berusaha bersembunyi dan berlindung di tempat yang dikira aman. Seseorang tidak dapat lari dan menjauhi kematian. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, S. An-Nisa: 78;

"Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh."

Agama Islam memang menganjurkan untuk berobat apabila menderita sakit dan melakukan upaya-upaya jangan sampai terjangkit penyakit dengan menjaga kebersihan badan, tempat, dan lingkungan. Rasulullah Saw. juga banyak memberikan petunjuk dan arahan dalam rangka menjaga kesehatan dan menghindari dari terjangkit penyakit, seperti sabda beliau:

"Apabila kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu negeri, maka kalian jangan masuk ke negeri itu. Sebaliknya, apabila kalian berada di suatu negeri di mana terjadi wabah penyakit, maka kalian jangan keluar dari negeri itu (maksudnya jangan sampai menularkan penyakit)."

Beliau juga memerintahkan untuk menjauhi orang yang berpenyakit levra sebagaimana menjauhi singa. Bahkan, beliau juga melarang kita buang air di air yang digunakan orang banyak untuk mengambil air wudhu,
mandi, atau lain-lainnya, juga buang air di jalan orang banyak dan di bawah naungan mereka.

Namun demikian, kematian tetap akan mengejar kita, betapapun kesehatan yang kita usahakan berhasil. Namun demikian, kita memang tidak boleh menyerah kepada takdir tanpa ikhtiar. Seringkali kita melihat ada seseorang yang benar-benar kelihatan sehat bugar, tiba-tiba meninggal dunia. Jadi, kematian tetap akan menjumpai kita, sebagaimana ditegaskan oleh Allah Swt. dalam S. Al-Jumu'ah: 8;

"Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, sungguh akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".

Bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang kematian itu? Kematian merupakan sesuatu yang tidak perlu ditakuti, karena kematian itu merupakan jalan kembali kepada Tuhan yang menciptakan kita semua. Dahulu kita berada di sisi Allah kemudian kita diturunkan atau dilahirkan di muka bumi ini menjalani kehidupan sementara, kemudian kita mengakhirinya dengan kematian, yang sebenarnya kita kembali ke sisi Allah lagi. Dengan kata lain, kita dipanggil oleh Yang Maha Kuasa agar kembali kepada-Nya. Karena itu, kita sering mengatakan kepada orang yang meninggal dunia itu "berpulang ke rahmatullah" atau kita mengucapkan Innalillahi wainna ilaihi raji'un, yang artinya "sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali".

Pada dasarnya setiap manusia itu mengalami dua kali kematian dan dua kali kehidupan. Kematian yang pertama ialah sebelum kita dihidupkan di muka bumi ini dan kematian kedua waktu kita mengakhiri kehidupan ini. Kehidupan pertama ialah waktu kita hidup di dunia ini yang bersifat sementara dan kehidupan kedua adalah waktu kita dibangkitkan di akhirat nanti. Allah Swt. menjelaskan hal itu dalam S. Al-Baqarah: 28;

"Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan-Nya, kemudian dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan?".

Dalam ayat tersebut digunakan kata fa artinya "lalu" yang menunjukkan langsung, amwatan fa ahyakum (tadinya mati lalu dihidupkan), dan digunakan kata tsumma artinya "kemudian" yang menunjukkan tidak langsung tetapi ada senggang waktu faahyakum tsumma yumitukum (dihidupkan kemudian dimatikan), yakni setelah beberapa tahun umurnya. Betapa indahnya gaya bahasa al-Qur'an yang sangat tinggi fashahah dan balaghahnya.

Kematian merupakan awal atau pintu gerbang menuju kehidupan abadi sesuai dengan ayat di atas. Oleh karena itu, dalam al-Qur'an disebutkan bahwa sesungguhnya kematian itu sebenarnya kehidupan. Artinya, jika seseorang ingin hidup terus menerus, maka ia harus mengalami kematian terlebih dahulu. Tanpa kematian tidak akan ada kehidupan abadi. Atau dalam istilah al-Qur'an, orang yang mati disebut "Kembali kepada Sang Pencipta".

Dalam perspektif al-Qur'an, hidup dan mati merupakan ajang persaingan amal di antara manusia. Dalam hal ini dikhususkan kepada manusia, karena manusialah yang diberi beban untuk menjalankan segala aturan yang telah ditetapkan kepadanya. Dengan daya nalarnya manusia dapat memilah dan memisahkan antara yang baik dan yang buruk atau yang benar dan yang salah. Dengan begitu, Allah dapat mengevaluasi yang terbaik amalnya di kalangan manusia, sebagaimana ditegaskan Allah dalam S. Al-Mulk: 2;

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."

Sementara itu, Rasulullah Saw. menggambarkan kehidupan dunia ini laksana ladang, addunya mazra'atul akhirah, ladang untuk menanam tanaman berdasarkan timbangan nalar manusia tadi. Jika di dunia ini kita menanam mangga, umpamanya, maka di akhirat nanti kita akan mendapatkan buah mangga. Sebaliknya, jika kita menanamkan kopi, maka akan tumbuh buah kopi juga. Apabila seseorang menanam kebaikan, maka akan memperoleh balasan kebaikan pula, yakni surga. Sebaliknya, apabila menanam kejahatan, maka buahnya juga kejahatan, yakni neraka.

Mengingat penting persolan kematian yang berkaitan dengan akhirat, maka al-Qur'an banyak menyebutkan pesan-pesan tentang akhir segala sesuatu. Surat-surat Makiyah umumnya mengandung pesan-pesan ini. Hal ini dimaksudkan agar manusia sebelum mengamalkan ajaran agama, terlebih dahulu mempunyai motivasi untuk melakukannya, karena setiap apa yang dilakukan itu akan diberi balasan. Kemudian, keyakinan kepada hari akhirat menjadi bagian yang sangat esensial dalam beragama. Bahkan, dalam al-Qur'an pernyataan tentang keimanan kepada Allah senantiasa digandengkan dengan hari akhirat. Umpamanya, termaktub dalam S. Al-Baqarah: 62; "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian dan beramal shaleh maka mereka akan memperoleh pahala."

Kamis, 08 Oktober 2009

DOA DAN IKHTIAR

Manusia diciptakan oleh Allah Swt. memiliki kelebihan-kelebihan tertentu. Di samping secara biologis memiliki struktur anggota badan yang sempurna, manusia juga dilengkapi dengan kemampuan nalar (al-‘aql), hati (al-qalb), dan nafsu (an-nafs) sekaligus di dalam dirinya. Kesempurnaan struktur dan kemampuan itu menjadikan manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk yang lain. Allah Swt. menyatakan dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya" (QS. at-Tîn [95]: 5).
Agaknya kesempurnaan manusia itu sengaja didesain oleh Allah Swt. agar ia mampu mengemban amanah yang dipikulkan pada dirinya. Dalam hal ini, setidaknya ada dua amanah yang melekat pada diri manusia, yatiu hamba Allah (‘abd Allah) dan khalifah di muka bumi (khalîfah fi al-ardh). Manusia sebagai hamba Allah meniscayakan bahwa semua aktivitas manusia, baik yang bersifat individual maupun sosial, semata-mata ditujukan untuk pengabdian kepada Allah Swt. sebagai Dzat yang telah menciptakan. Dalam hal ini, relasi yang terjadi adalah Khaliq (Tuhan) dan makhluk (manusia). Sebagai khalifah, manusia harus mampu menjamin kelangsungan hidup di muka bumi, baik antar manusia sendiri maupun manusia dengan alam, dengan penuh kedamaian dan menjunjung tinggi keadilan. Dengan demikian, yang terjadi adalah hubungan antar sesama makhluk. Pemahaman terhadap amanah pertama itu didasarkan atas firman Allah Swt. yang menyatakan:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (QS. adz-Dzâriyat [51]: 56).
Sedangkan amanah kekhalifahan manusia didasarkan atas fiman-Nya:
وإذ قال ربك للملآئكة إنى جاعل فى الأرض خليفة
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfiman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (QS. al-Baqarah [2]: 30).
Bagi seorang muslim, kedua amanah di atas harus dilakukan secara sinergis. Sebab, ia tidak akan sukses menjadi muslim sejati jika ia hanya mampu membangun keharmonisan sesama manusia sementara ia tidak pernah mengerjakan perintah Tuhannya. Demikian juga sebaliknya, bukanlah muslim yang baik sekiranya ia selalu beribadah kepada Allah Swt. sementara ia tidak memiliki rasa solidaritas sosial. Oleh karena itu, antara kewajiban dirinya sebagai hamba Allah dengan posisinya sebagai khalifah harus dilakukan secara beriringan. Jika kedua amanah ini mampu diimplementasikan, niscaya ia menjadi orang yang berbahagia dan pada akhirnya mendapatkan kenikmatan abadi.
Kedua amanah di atas sesungguhnya dapat diimplementasikan ke dalam ranah kehidupan manusia. Posisi manusia sebagai hamba Tuhan mencerminkan kekurangan-kekurangan yang ada pada diri manusia, sebab ia ada karena diciptakan. Oleh karena itu, pengaduan dan doa yang dipersembahkan oleh manusia semuanya tercurahkan kepada Dzat yang telah menciptakan, yaitu Allah Swt. Manusia memohon bantuan hanya kepada Allah, karena Dia-lah satu-satunya Dzat yang memiliki segala-galanya.
Sementara posisi sebagai khalifah mengharuskan manusia dapat bekerja keras dan berusaha menciptakan ketentraman dan kedamaian serta mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Setiap manusia harus memiliki semangat dan tindakan nyata untuk membenahi dan terus meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Tanpa terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan itu, manusia dikhawatirkan gagal dalam mengemban amanah kekhalifahannya.
Oleh karena itu, doa merupakan konsekuensi posisi manusia sebagai hamba Tuhan harus dibarengi dengan kerja keras (ikhtiar) sebagai konsekuensi kekhalifahan manusia. Antara doa dan kerja keras keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya dapat diilustrasikan sebagai dua sisi mata uang. Jika salah satunya saja yang dikerjakan, niscaya menghantarkan manusia pada jurang kehancuran dan keputusasaan. Jika seseorang telah bekerja keras lalu pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa, maka itu menunjukkan ada peranan Tuhan yang menentukan. Keyakinan bahwa rizki itu ditentukan oleh Tuhan akan menimbulkan kesadaran untuk bersikap qana’ah, menerima apa adanya atas hasil usaha yang dilakukan. Tentu saja, sikap demikian menimbulkan implikasi sikap anti putus asa.
Demikian juga dengan doa yang mengharuskan adanya usaha dan kerja keras. Doa tidak akan membuahkan apa yang diharapkan tanpa dibarengi dengan ikhtiar. Allah Swt sebagai Dzat pemberi rizki dan kenikmatan, tidak melakukan pemberian secara langsung. Pemberian Tuhan itu ditransformasikan melalui aktivitas-aktivitas sosial yang bermanfaat, tidak secara instan dalam wujud nyata. Atas dasar pemahaman ini, maka harus difahami dengan baik firman Allah Swt. di bawah ini:
وقال ربكم ادعونى أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبايتى سيدخلون جهنم داخرين
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina" (QS. al-Mu’min [40]: 60).
Dalam pemahaman leksikal, ayat di atas memiliki kecenderungan bahwa Allah Swt. akan memberikan secara langsung terhadap apa yang didoakan manusia. Pemahaman ini tentu tidak dapat dibenarkan. Ayat ini harus dilihat bahwa dalam aktivitas sosial, termasuk kegiatan ekonomi, tidak dapat dilepaskan dari peran Tuhan.
Doa dan ikhtiar sebagai keharusan yang dilakukan oleh manusia secara sinergis dalam segala aktivitas juga dapat dipahami dari term-term yang digunakan oleh Allah Swt. dalam ayat-ayat al-Qur’an. Di antara term yang cukup kuat untuk alasan itu adalah kata îmân dan amal shâlih. Kedua kata tersebut dalam al-Qur'an seringkali dinyatakan secara bergandengan. Sebut saja misalnya QS. al-Baqarah [2]: 25 yang menyatakan:
وبشر الذين أمنوا وعملوا الصالحات أن لهم جنات تجرى من تحتها الأنهار
"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik (amal saleh) bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai di dalamnya".
Makna yang terkandung dalam rangkaian iman dan amal saleh ini adalah adanya sinergi antara kepasrahan kepada Tuhan, sehingga kita harus berdoa kepada-Nya, dan aktivitas manusia, sehingga kita harus berikhtiar. Dengan melakukan doa dan kerja keras, menurut QS. al-Baqarah [2]: 25 ini dijanjikan ia akan mendapatkan kebahagaian surga dengan aneka kenikmatan yang tiada terkira.
Atas dasar uraian di atas, kesimpulan yang dapat dipetik adalah kita sebagai manusia yang memiliki keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat, mau tidak mau harus terus melakukan doa dan ikhtiar secara kontinyu dalam segala hal. Demikian, mudah-mudahan bermanfaat. Bârakallâhu lî wa lakum.

Rabu, 07 Oktober 2009

gempa di tinjau dari ilmu keislaman

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.

Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tektonik plate (plat tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya.

Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Gempa bumi tektonik memang unik. Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB

Penyebab terjadinya gempa bumi

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi.

Pusat-pusat gempa di seluruh dunia, 1963–1998

Pusat-pusat gempa di seluruh dunia, 1963–1998

Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.

Beberapa tipe pergerakan lempeng gempa

Beberapa tipe pergerakan lempeng gempa

Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.

Gempa Bumi Menurut Islam

Sejak dulu Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam telah mengingatkan tentang akan terjadinya banyak gempa bumi di akhir jaman nanti.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, katanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Tidak akan datang Kiamat sehingga banyak terjadi gempa bumi” [Shahih Bukhari, Kitab Al-Fitan 13 : 81-82]

Dan diriwayatkan dari Salamah bin Nufail As-Sukuni, Ia berkata : Kami sedang duduk-duduk di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau menyebutkan suatu hadits yang antara lain isinya :

“Artinya : Sebelum terjadinya hari Kiamat akan terdapat kematian-kematian yang mengerikan, dan sesudahnya akan terjadi tahun-tahun gempa bumi” [Musnad Imam Ahmad 4 : 104 dengan catatan pinggir Muntakhab Al-Kanz. Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Al-Bazaar, dan Abu Ya'ala dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi kepercayaan" Majmu'uz Zawa'id 7 : 306]

Ibnu Hajar berkata, “Telah banyak terjadi gempa bumi di negara-negara bagian utara, timur dan barat, tetapi yang dimaksud oleh hadits ini ialah gempa bumi secara merata dan terus menerus” [Fathul Bari 13 : 87]. Hal ini diperhatikan dengan riwayat Abdullah bin Hawalah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meletakkan tangan beliau di kepala saya, lalu beliau bersabda.

“Artinya : Wahai putra Hawalah, jika engkau melihat perselisihan telah terjadi di tanah suci, maka telah dekat terjadinya gempa-gempa bumi, bala bencana, dan perkara-perkara yang besar, dan hari Kiamat pada waktu itu lebih dekat kepada manusia dari pada kedua tanganku ini terhadap kepalamu” [Musnad Ahmad, 5 : 188 dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul 'Ummal, 'Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abu Daud, Kitab Al-Jihad, Bab Fi-Ar-Rajuli Taghzuu wa yaltamisu Al-Ajra wa Al-Ghanimah 7 : 209-210, Mustadrak Al-Hakim 4 : 425, dan beliau berkata, "Ini adalah hadits yang shahih isnadnya, hanya saja Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya". Perkataan Al-Hakim ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Dan Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam shahih Al-Jami'ush Shagir 6 : 263, hadits nomor 7715]

Beberapa gempa besar yang pernah terjadi

  • 2 September 2009, Gempa Tektonik 7,3 Skala Richter mengguncang Tasikmalaya, Indonesia. Gempa ini terasa hingga Jakarta dan Bali, berpotensi tsunami. Korban jiwa masih belum diketahui jumlah pastinya karena terjadi Tanah longsor sehingga pengevakuasian warga terhambat.
  • 12 September 2007 – Gempa Bengkulu dengan kekuatan gempa 7,9 Skala Richter
  • 9 Agustus 2007 – Gempa bumi 7,5 Skala Richter
  • 6 Maret 2007 – Gempa bumi tektonik mengguncang provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Laporan terakhir menyatakan 79 orang tewas.
  • 27 Mei 2006 – Gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan tempat tinggal.
  • 8 Oktober 2005 – Gempa bumi besar berkekuatan 7,6 skala Richter di Asia Selatan, berpusat di Kashmir, Pakistan; lebih dari 1.500 orang tewas.
  • 26 Desember 2004 – Gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,0 skala Richter mengguncang Aceh dan Sumatera Utara sekaligus menimbulkan gelombang tsunami di samudera Hindia.
  • 26 Desember 2003 – Gempa bumi kuat di Bam, barat daya Iran berukuran 6.5 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 41.000 orang tewas.
  • 21 Mei 2002 – Di utara Afganistan, berukuran 5,8 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 1.000 orang tewas.
  • 26 Januari 2001 – India, berukuran 7,9 pada skala Richter dan menewaskan 2.500 ada juga yang mengatakan jumlah korban mencapai 13.000 orang.
  • 21 September 1999 – Taiwan, berukuran 7,6 pada skala Richter, menyebabkan 2.400 korban tewas.
  • 17 Agustus 1999 – barat Turki, berukuran 7,4 pada skala Richter dan merenggut 17.000 nyawa.
  • 25 Januari 1999 – Barat Colombia, pada magnitudo 6 dan merenggut 1.171 nyawa.
  • 30 Mei 1998 – Di utara Afganistan dan Tajikistan dengan ukuran 6,9 pada skala Richter menyebabkan sekitar 5.000 orang tewas.
  • 17 Januari 1995 – Di Kobe, Jepang dengan ukuran 7,2 skala Richter dan merenggut 6.000 nyawa.
  • 30 September 1993 – Di Latur, India dengan ukuran 6,0 pada skala Richter dan menewaskan 1.000 orang.
  • 12 Desember 1992 – Di Flores, Indonesia berukuran 7,9 pada skala richter dan menewaskan 2.500 orang.

Hikmah Musibah Gempa (oleh: Aa Gym)

SAUDARAKU yang budiman, tentu banyak hikmah di balik gempa bumi yang telah terjadi. Adanya bencana tentu dapat pula merupakan teguran dari Allah SWT kepada hamba-Nya, sebagaimana firman Allah dalam (QS Al Hadiid [57]: 22), “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

Akibat dari bencana ini, tentu sahabat-sahabat ada yang berduka kehilangan sanak-saudaranya maupun harta benda. Kepada yang keluarganya telah wafat terkena musibah, tentu kita bisa merasakan kepedihan itu. Tetapi di saat yang sama kita harus mampu mengobati jiwa kita. Bahwa kematian itu adalah milik Allah, Allahlah yang menciptakan makhluk, Allah juga yang satu-satunya mematikan makhluknya. Dan kematian tidak akan tertukar waktunya. Allah berfirman dalam (QS Ali -Imran [03] : 185), “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Setiap makhluk yang bernyawa, pasti merasakan maut. Jikalau datang saatnya ajal tidak bisa dimundurkan atau dimajukan barang sesaat. Jadi kalau kita dapati saudara kita wafat, kita harus yakin saatnya dia wafat. Hanya Allahlah yang kuasa menghidupkan dan mematikan makhluk.

Mengapa ini penting kita ketahui? Supaya kita tidak larut dalam kesedihan. Artinya, wafatnya saudara kita, kita harus ridhlo, pasrah, sambil mengubah diri kita, menjadi lebih taat pada Allah.

Bagi sahabat-sahabatku yang terluka ataupun mendapatkan cobaan sedang sakit, semoga kita bisa berbaik sangka pada Allah. Sebab lewat ujian sakit itu justru dapat mengugurkan dosa-dosa kita. Tetap berbaik sangkalah pada Allah, sambil menyempurnakan ikhtiar.

Untuk sahabat-sahabat yang lolos dari bencana, bersyukurlah dan jangan sampai takabur. Sehingga jangan sampai kita merasa selamat karena kehebatan kita. Jangan sampai merasa semua terjadi karena kekuatan dan kecerdasan kita, apalagi jika dikaitkan dengan berbagai macam klenik, justru itu yang akan menjauhkan kita dari pertolongan Allah, karena satu-satunya keselamatan, hanyalah milik Allah penggenggam diri kita.

Saudara-saudaraku yang rumahnya hancur, hartanya sirna, tentu kita masih ingat rumus tukang parkir. Sebab tukang parkir akan selalu siap jika yang dijaganya akan diambil oleh pemiliknya. Karena itu kita harus melatih diri kita, bahwa semua milik Allah, mudah bagi Allah untuk mengambilnya kembali. Semuanya hanya titipan Allah. Semakin yakin bahwa semua hanya milik Allah, semakin ringan hidup yang sedang kita jalani. Hal ini dapat diketahui dari firman Allah dalam (QS At-Taghaabun [64] : 11), “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Selain itu bagi yang terkena musibah alangkah baiknya bersikap sabar, karena dalam Alquran, Allah SWT berjanji akan membahagiakan orang-orang yang sabar dan tangguh dalam mengarungi kesulitan hidup ini. “Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS Al-Baqarah [2]: 155-156).

Bagi sahabat-sahabat yang tidak terkena musibah, tentunya dapat mengambil hikmah bahwa berbagai bencana itu bisa terjadi tiba-tiba, seperti bencana yang terjadi ini, yang semula dipikirkan adalah bahaya bencana Gunung Merapi, akan tetapi justru gempa bumi tektoniklah yang terjadi. Karena itu kita harus sangat siap dengan berbagai ujian hidup ataupun bencana yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja dengan cara berlindung diri pada Allah dengan jalan senantiasa berdzikir pada-Nya. Wallahu a’lam bish showab

MENGHARGAI GURU


DI lingkungan pesantren, tak ada murid berani melawan guru atau kiai karena siapa yang melawan guru karena ilmunya tidak akan manfaat.Itulah salah satu doktrin dan etika yang senantiasa tumbuh dan dijaga di lingkungan pesantren, sehingga hubungan guru dan murid senantiasa santun dan penuh hormat.

Sekalipun bila seorang santri telah tamat kemudian berhasil meraih titel profesor, begitu memasuki lingkungan pesantren,dia akan kembali memosisikan diri sebagai santri ketika bertemu kiainya. Rasanya sikap santun dan hormat secara tulus pada guru semakin menipis di lingkungan sekolah kita.Padahal, berkat jasa guru, kita semua menjadi terpelajar. Meski pada dasarnya kewajiban mendidik dan mengajar itu adalah berpulang ke orangtua.

Guru hanyalah melaksanakan tugas sekunder, yang primer tetap orangtua. Sulit membayangkan, bagaimana pendidikan anak-anak kita kalau saja pendidikan dan pengajaran semuanya ditanggung orangtua,tanpa ada lembaga pendidikan yang diasuh oleh guru-guru yang bekerja secara profesional dan penuh cinta kasih. Bagaimana mulianya posisi guru di mata Tuhan pernah diilustrasikan oleh Rasulullah Muhammad dengan sangat indah.

Di akhirat nanti,ketika pintu surga sudah dibuka dan barisan-barisan semua calon penghuni surga dipersilakan masuk,tak ada satu pun yang bergerak. Barisan calon penghuni surga itu terdiri atas para dermawan, pahlawan, orangtua yang penuh tanggung jawab pada keluarganya,mereka yang rajin beribadah dan amal saleh,dan sekian barisan lain yang kebajikannya jauh lebih berat ketimbang dosadosanya.

Melihat calon penghuni surga tidak segera masuk ke taman surgawi yang sangat indah, malaikat pun heran dan bingung, ada gerangan apa ini? Malaikat kemudian mendekati setiap barisan, bertanya kepada kepala regu. Akhirnya malaikat tahu sebabnya. Rupanya, semua kepala regu mempunyai alasan yang sama.

”Kami tidak mau memasuki taman surga sebelum rombongan guru masuk lebih dulu. Kami bisa membedakan baik dan buruk, kami bisa menjalani hidup dengan baik dan bermakna sehingga mengantarkan kami ke surga, semuanya itu berkat pendidikan guru-guru kami.” Begitulah, setelah barisan guru yang tadinya berdiri di belakang,dipersilakan masuk surga, baru rombongan lain mengikuti di belakangnya.

Krisis Pendidikan Guru?

Seingat saya, dulu ada sekolah khusus untuk mencetak guru profesional. Di tingkat SLTA,misalnya, ada yang namanya SGA, SGB, atau PGA.Lalu di tingkat perguruan tinggi ada IKIP dan STO (sekolah tinggi olahraga).

Tapi semua itu sekarang tidak ada. Benarkah ini suatu kemajuan atau malah sebaliknya? Tentu saja ada pertimbangan rasional mengapa semua itu dibubarkan, lalu IKIP berubah menjadi universitas dan tetap membuka fakultas pendidikan. Namun, terlepas dari alasan-alasan yang tersedia, jangan-jangan pemerintah ikut mengondisikan munculnya perasaan tidak bangga untuk jadi guru.

Padahal, kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pendidikan. Saat ini, dunia kerja semakin memerlukan pendidikan khusus,semisal sekolah tinggi informatika atau manajemen. Dari pengalaman saya terlibat dalam dunia pendidikan, kita sangat ketinggalan dalam memajukan lembaga pendidikan tinggi yang mampu menghasilkan guru dan pimpinan sekolah profesional.

Di kota-kota besar bermunculan sekolah internasional,namun kita tidak mempersiapkan tenaga pendidik dan school leader yang siap berkompetisi dengan sekolah asing yang masuk ke Indonesia. Keadaan ini sungguh memprihatinkan.

Tidak mengherankan bila saat ini semakin banyak saja putra-putri kita yang belajar ke negara tetangga atau menyuburkan masuknya sekolah asing ke Indonesia, sementara kita masih ribut dengan sekolah roboh,pro-kontra ujian nasional, gaji guru yang minim,realisasi anggaran pendidikan yang seret, dan sekian ganjalan lain, sehingga yang muncul selalu saja keluhan dan kritik terhadap pelaksanaan pendidikan.

Sering kita dengar rumus sosial untuk membangun sebuah bangsa: Kalau ingin memajukan sebuah bangsa, nomor satu, utamakan pendidikan. Nomor dua, utamakan pendidikan. Nomor tiga, hargailah dan muliakanlah guru. Rumus ini sungguh tepat. Coba renungkan, untuk apa orangtua bekerja keras banting tulang siang dan malam kalau bukan untuk memajukan anak-anaknya.

Untuk apa seseorang mengejar karier dan berhasil memperoleh kekayaan materi kalau pendidikan anak-anaknya tidak bagus? Menjadi persoalan dan harus menjadi bahan renungan ketika jerih payah kita tidak diimbangi kualitas pelayanan pendidikan yang diterima anak-anak kita. Karena itu, banyak orangtua yang berani membayar mahal untuk pendidikan anak-anak mereka,baik di dalam maupun di luar negeri, demi mengejar kualitas. Tapi langkah di atas belum memecahkan persoalan bersama.

Pertama, sikap itu hanya akan menyuburkan sekolah-sekolah elite di negeri ini.Sekolah bagus hanya terjangkau untuk sekelompok kecil orang berduit yang menghargai pendidikan.Kedua, sekolah-sekolah yang tergolong elite dan berstandar internasional juga memiliki kekurangan, antara lain kurangnya pendidikan kewarganegaraan dan miskinnya empati dan pergaulan dengan rakyat kecil.

Empati ini sangat penting agar kelak ketika jadi pemimpin, apa pun bidangnya, mudah memahami dan berempati dengan rakyat yang mayoritas hidupnya masih susah. Pendeknya, sejak dini anak-anak itu harus dididik makna dan semangat nasionalismepatriotisme.

Semangat cinta dan bangga sebagai anak Indonesia sulit ditumbuhkan kalau pihak gurunya saja tidak bahagia dan tidak bangga berprofesi sebagai guru, sementara sekolah-sekolah asing yang masuk Indonesia sudah pasti sangat kurang menumbuhkan nilai-nilai itu.Sebagai orangtua dan pendidik, saya ingin sekali suatu saat mendengar dan merasakan bersama: I am proud and happy being a teacher.

Saya bangga dan bahagia menjadi guru. Perlu diingat,kebanggaan dan kebahagiaan guru akan muncul bukan karena bangunan sekolahnya bagus ataupun gajinya ditingkatkan, melainkan ketika suatu saat melihat dan menyaksikan anak didiknya sukses menjalani hidup secara mulia dan anak-anak itu masih ingat, bahkan menyebut semua ini berkat guruku.

Dalam hal ini,novel Laskar PelangikaranganAndrea Hirata sangat indah dan menyentuh, bagaimana dia mengagumi dan menghormati Bu Guru Muslimah, dan pasti Bu Muslimah sangat bangga dan bahagia melihat anak asuhnya sukses dan tetap santun, hormat, dan mencintai gurunya dengan tulus. Novel yang tengah digarap untuk diangkat jadi film layar lebar ini mestinya menjadibacaanwajibbagi semua guru di Tanah Air.

Mendidik dengan Hati

Guru masuk kelas tidak cukup hanya berbekal informasi keilmuan sesuai tuntutan kurikulum.Mereka harus masuk kelas dengan hati, dengan cinta kasih. Kalau guru mengajar dengan hati,murid akan mendengarkan dengan hati.Guru yang mengajar dengan cinta,murid pasti akan membalasnya dengan cinta.

Guru yang pandai menghargai murid,murid pasti akan menghargai guru. Pendeknya,relasidankomunikasi sosial, terlebih dalam dunia pendidikan,faktor afeksi danempatisangatpenting.Usia anak-anak yang tengah memasuki formative years sangat menentukan kepribadiannya dimasadepan.Ajarilahmereka untuk menjalani hidup dengan muliadanmemuliakansesama, sehingga suatu saat bangsa ini pandai menghargai dan memuliakan guru yang telah membukakan jendela peradaban dunia. Para guru pun akan berkata, aku bangga dan bahagia menjadi guru. Wallahu a’lam. moh. Safrudin Ketua presidium Wilayah MA IPNU sultra aktivis Dialog Kaum Muda Nahdlatul Ulama (NU) Sultra, peneliti. Sangia Institute Email. Moh.safrudin@yahoo.com

memilih pemimpin

Oleh : Moh. Safrudin

Tugas memilih kadangkala tidak mudah dilakukan, termasuk juga memilih calon pemimpin. Kesulitan itu bertambah lagi, jika pilihan-pilihan itu hampir sama. Memilih beberapa alternative yang berbeda tidak terlalu sulit, tetapi sebaliknya memilih sesuatu yang mirip, banyak orang mengalami kesulitan. Memilih antara hitam dan putih, jika memang yang dicari adalah wara hitam, maka segeralah warna hitam itu diambil. Akan tetapi jika yang akan dipilih itu adalah satu di antara beberapa jenis warna serupa, maka sekalipun sekedar memilih akan mengalami kesulitan.

Pada hari Rabu tanggal 8 Juli 2009 bangsa Indonesia memiliki tiga pilihan calon pemimpin yang harus dipilih salah satu. Ketiga calon itu adalah pasangan Ibu Mega-Prabowo, SBY-Budiono, JK-Wiranto. Semuanya sudah tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Mereka bisa disebut sebagai orang lama, yang telah banyak berbuat dan berjasa bagi bangsa ini. Ibu Mega pernah menjabat sebagai wakil presiden dan juga presiden, Pak Prabowo pernah berkarya di tentara, Pak SBY adalah presiden yang saat ini masih menjabat dan sebelumnya beberapa kali duduk di cabinet. Demikian Pak Budiono pernah menduduki jabatan kabinet dan sebelum ini menjadi direktur BI. Pak JK beberapa kali menjadi anggota kabinet, seorang pengusaha sukses, dan saat ini beliau menjabat sebagai wakil presiden. Terakhir Pak Wiranto, pernah menduduki posisi-posisi strategis di negeri ini.

Semua calon presiden dan wakil presiden tersebut tidak pernah merugikan, apalagi berbuat cacat terhadap bangsa ini. Pengetahuan, pengalaman, komitmen dan integritasnya terhadap bangsa tidak ada sedikitpun yang diragukan. Hal itu juga tampak dan dapat dirasakan pada sepanjang masa kampanye. Biasanya dalam masa kampanye, jika seseorang kandidat memiliki kekuarangan, maka kelemahan itu akan diungkap secara terbuka untuk menjatuhkannya. Tetapi hal itu tidak terdengar, sehingga artinya para kandidat tersebut memang telah teruji di hadapan public. Itulah sebabnya, ketiga pasangan tersebut sesungguhnya memiliki track record yang sama. Kemiripan seperti inilah yang kemudian justru menjadi sulit memilihnya, kecuali bagi mereka yang memiliki kedekatan dengan masing-masing kandidat pemimpin tersebut.

Atas kenyataan adanya kesamaan dari masing-masing calon pasangan tersebut, bangsa ini telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Di masa kampanye, masing-masing kandidat mampu menunjukkan jiwa besarnya tatkala sama-sama bersaing. Sekalipun dilakukan debat public oleh KPU di televisi yang disaksikan oleh seluruh rakyat, ketiganya menunjukkan dengan jelas kharakter sebagai pemimpin bangsa. Kata debat menggambarkan adanya saling beradu konsep, argumentasi dan bahkan menjatuhkan. Tetapi, dalam forum debat itu -------karena masing-masing saling mengenal dengan baik, maka apa yang dibayangkan oleh pemirsanya, akan berjalan sengit, ternyata biasa-biasa saja. Dalam debat itu tidak tampak permusuhan atau setidak-tidaknya saling menjatuhkan. Suasana saling menghormati dan menghargai di antara para calon pemimpin bangsa ini tampak dengan jelas. Saya kira siapapun akan menilai bahwa penampilan itu adalah merupakan pelajaran yang sangat mulia yang telah diberikan oleh pasangan calon pemimpin bangsa ini. Penampilan itu perlu mendapatkan apreasi yang tinggi, karena bangsa ini memang sedang memerlukan sifat-sifat mulia seperti itu.

Gambaran indah tatkala kampanye yang ditampakkan oleh para calon pasangan pemimpin bangsa ini, justru dianggap tidak menarik oleh sementara orang. Mereka mengatakan bahwa debat Capres dan Cawapres monoton, tidak ada perbedaan, mereka saling menjelaskan dan menguatkan pandangan satu sama lain sehingga tidak menarik dilihat. Semestinya memang sebagaimana sebuah perdebatan adalah seru, beradu konsep dengan argumentasinya masing-masing. Tetapi yang tampak agak aneh, seperti ujian lesan dan terbuka dari seorang guru besar terhadap calon presiden. Jika terjadi saling serang hanya sebatas pemanis.
Tatakrama debat yang disusun oleh KPU barangkali tujuannya baik. Agar melalui debat itu tidak akan ada yang menyerang hingga menjadikan salah satu calon yang diserang tersinggung. Jika itu terjadi maka proses menuju demokrasi, terganggu, kegiatan serupa pada masa depan tidak dilakukan. Tapi dengan cara itu memang menjadi tidak terlalu menarik. Biasanya selesai acara debat, orang berkomentar, sudah lebih baik dari yang lalu. Selama ini belum ada yang berkomentar bahwa debatnya amat baik.

Terlepas dari itu semua, memang perdebatan di antara pihak-pihak yang memiliki kesamaan, di mana pun dan kapan pun tidak akan menarik. Sehingga debat yang tampak kurang menarik seperti yang pernah kita saksikan itu, bukan semata-mata akibat scenario yang disusun oleh pihak KPU, tetapi memang sebenarnya secara jujur harus diakui bahwa berdebat di antara keluarga, teman, kolega sendiri yang setara dan bahkan serupa akan luar biasa sulitnya. Jika para pengamat ingin menonton debat yang menarik, maka harus menghadirkan para pedebat dari orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. Namun, apapun proses kampanye termasuk acara depat cawapres dan capres sudah merupakan kemajuan yang luar biasa dalam rangka menumbuhkan suasana demokrasi di negeri ini.

Pertanyaan yang harus dijawab kemudian adalah bagaimana memilih calon pemimpin yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang serupa itu. Maka jawabnya tidak terlalu sulit diberikan. Kita tatkala akan memilih apapun, sebenarnya memiliki instrument, termasuk memilih calon pemimpin. Jika menghadapi keadaan sulit seperti ini, dua instrument itu harus digunakan secara berbarengan. Kedua instrument itu adalah rasio dan rasa. Tatkala menggunakan instrument pertama, yakni rasio maka kita telah dibantu, yakni melalui berbagai informasi yang disampaikan saat kampanye. Hanya saja, informasi itu belum cukup karena masing-masing memberikan janji, keterangan yang semuanya. Dan bahkan, sampai jikrak-jingkrak yang ditampilkan di televisi pun juga mirip. Sehingga, memilih pemimpin kiranya naïf jika hanya mendasarkan pada keindahan jingkrak-jingkraknya itu.

Oleh karena itu masih ada lagi instrument yang kedua, yaitu rasa. Jika rasio lebih mendasarkan pada kekuatan otak atau pikiran, maka masih bisa memilih dengan pertimbangan rasa yang bersumber dari hati. Rasio biasanya bersifat obyektif. Tetapi jika data atau informasi yang dimiliki terbatas, maka keputusan itu bisa juga salah. Rasio biasanya terpengaruh oleh kepentingan, jumlah informasi, dan pandangan yang mendahuluinya. Sedangkan instrument yang kedua, yakni hati, biasanya lebih jernih, asli dan senyatanya. Hanya saja bisikan hati itu, seringkali terlalu halus, sehingga kurang bisa dirasakan, lebih-lebih tatkala rasa sudah dikalahkan oleh rasio yang mengambil keputusan sebelumnya.

Hati atau rasa biasanya memang tidak mengikuti pertimbangan-pertimbangan rasional, apalagi untung rugi yang bersifat material. Hati biasanya lebih mementingkan kedamaian, kesejukan, kebersamaan, dan sifat-sifat kemanusiaan yang tinggi lainnya. Setiap orang memiliki panggilan hati masing-masing. Mereka yang lagi gelisah, tidak tenteram, sedih, apalagi marah, -----semuanya itu pertanda sedang sakit, maka akan menjatuhkan pada pilihan yang bisa memuaskan emosinya itu. Sebaliknya, bagi yang menghendaki ketentraman dan kedamaian, maka akan memilih pemimpin yang dipandang bisa mengayomi dan mengajak pada jalan Tuhan yang teduh, benar, dan lurus. Sedangkan bagaimana mendapatkan petunjuk, tatkala menghadapi keadaan yang sulit seperti itu, maka Islam menganjurkan agar mengambil air wudhu, menuju tempat sholat,, dan mengenakan pakaian yang suci, kemudian menghadap kepada Dzat Yang Maha Suci, ialah sholat istiqoroh. Wallahu ‘alam. moh. Safrudin aktivis Dialog Kaum Muda Nahdlatul Ulama (NU) Sultra, peneliti Sangia Institute Email. Moh.safrudin@yahoo.com